Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Grasi yang Jadi Bumerang buat Presiden

Kompas.com - 12/11/2012, 11:58 WIB

KOMPAS.comGrasi yang diberikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada sejumlah terpidana mati kasus narkoba menuai kritik tajam. Wacana yang berkembang, grasi itu dinilai tidak sejalan dengan ijtihad bangsa dalam memerangi narkoba.

Kritik belum mereda, terungkap kasus baru peredaran narkoba yang diduga diotaki salah seorang penerima grasi, Meirika Franola alias Ola (42). Tak pelak ini menjadi tamparan telak bagi Presiden. Para pembantu Presiden kembali sibuk menanggapi dan membela kebijakan pemberian grasi tersebut.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto, seusai rapat kabinet pada Selasa (6/11/2012), mengumumkan kemungkinan pencabutan grasi bagi Ola. Belakangan, ide pencabutan grasi itu juga dinilai kurang tepat oleh sejumlah kalangan karena melanggar konvensi dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana pun gigih berargumentasi bahwa grasi merupakan kewenangan konstitusional Presiden. Ia mengklaim, pemberian grasi telah melalui mekanisme yang selektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebelum grasi diberikan, Presiden meminta pertimbangan Mahkamah Agung (MA), meminta masukan Menteri Hukum dan HAM, Menko Polhukam, Jaksa Agung, dan Kepala Polri.

”Tidak ada obral grasi karena faktanya data statistik menunjukkan 85 persen permohonan grasi ditolak,” kata Denny. Memang dari 126 permohonan grasi yang diajukan, hanya 19 permohonan yang dikabulkan.

Meski dikatakan telah meminta pertimbangan MA, Juru Bicara MA yang juga Ketua Muda Pidana MA Djoko Sarwoko menegaskan, saat itu MA berpandangan, permohonan grasi yang diajukan Ola tidak memiliki cukup alasan untuk dikabulkan (Kompas, 13/10/2012).

Jika pandangan MA itu benar-benar dijadikan dasar pengambilan keputusan, logikanya permohonan grasi seharusnya ditolak. Jangan-jangan permintaan pertimbangan itu hanya untuk memenuhi prosedur karena toh keputusan memberikan grasi sepenuhnya hak konstitusional Presiden.

Dilema

Persoalan pemberian grasi sejatinya tidak bisa dilepaskan dari sistem hukum di Indonsia yang masih mengakui hukuman mati. Sementara perkembangan global yang mulai meninggalkan hukuman mati demi penghormatan akan HAM, diakui atau tidak, turut memengaruhi pola pikir pemerintah.

”Kecenderungan dunia, tidak mengarah pada hukuman mati. Dari 198 negara, tinggal 44 negara yang masih mengakomodasi hukuman mati dan melaksanakannya. Sejumlah 154 negara atau 80 persen menolak hukuman mati. Ada empat kategori penolakan, yakni menolak sama sekali hukuman mati, menolak untuk kasus tertentu, dalam 10 tahun terakhir tidak menerapkan hukuman mati, dan moratorium hukuman mati,” kata Denny.

Ini berarti sepanjang ketentuan hukum dalam negeri mengakui hukuman mati, grasi yang menganulir hukuman mati tetap berpotensi menimbulkan kontroversi. Menghilangkan hukuman mati dalam sistem hukum kita bukan perkara gampang karena akan banyak diskursus mengenai hal itu.

Di sisi lain, Presiden juga dihadapkan pada persoalan warga negara Indonesia (WNI) yang menghadapi vonis hukuman mati di luar negeri. Di Malaysia, hingga 22 Oktober 2012 sebanyak 86 WNI dipidana mati karena kasus narkoba (Kompas, 24/10/2012). Menurut Denny, hingga 4 Oktober 2012 sebanyak 298 WNI diancam hukuman mati di luar negeri. Dari jumlah itu baru 100 orang yang terbebas dari hukuman mati, dengan 44 orang di antaranya kasus narkoba. Dari 198 WNI yang masih terancam hukuman mati, 62 persennya terkait kasus narkoba.

Tidak sedikit publik di dalam negeri yang tidak rela dan berteriak lantang jika ada WNI yang dihukum mati di luar negeri. Pemerintah juga didesak mengadvokasi mereka agar terbebas dari hukuman mati atau setidaknya secara resmi memohonkan pengampunan bagi mereka.

Menurut Denny, tidak adil jika di satu sisi Presiden didesak meminta pengampunan bagi WNI yang terancam hukuman mati, tetapi di sisi lain selalu dikecam saat di dalam negeri memberikan grasi bagi WNI ataupun warga negara asing yang diancam hukuman mati.

Polemik grasi bagi Ola sejatinya juga berkaitan dengan ketidakmampuan lembaga pemasyarakatan dalam membina dan mengawasi narapidana. Setelah menerima grasi, Ola, yang mendekam di lembaga pemasyarakatan di Tangerang, belakangan diduga mengotaki peredaran narkoba. (C Wahyu Haryo PS)

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Grasi Terpidana Narkoba

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

    Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

    Nasional
    Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

    Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

    Nasional
    Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

    Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

    Nasional
    Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

    Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

    Nasional
    Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

    Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

    Nasional
    Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

    Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

    Nasional
    Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

    Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

    Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

    Nasional
    Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

    Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

    Nasional
    Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

    Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

    Nasional
    Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

    Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

    Nasional
    Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

    Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com