Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Si Tukang Peras Anggaran ...

Kompas.com - 04/11/2012, 08:34 WIB

Oleh: Hifdzil Alim

DPR sekali lagi digoyang isu tak sedap. Ada anggotanya yang diduga sebagai oknum pemeras badan usaha milik negara.

Awalnya, Sekretaris Kabinet Dipo Alam menerbitkan Surat Edaran Nomor SE-542/Seskab/ IX/2012 perihal Pengawalan APBN 2013-2014 dengan Mencegah Praktik Kongkalikong. Hal yang sangat jelas menginginkan dihentikannya praktik persekongkolan dalam pembahasan dan pengelolaan uang negara.

Tak lama berselang, Menteri BUMN Dahlan Iskan menyerukan agar direksi BUMN tidak ”main mata” dengan anggota DPR. Seperti efek domino, setelah surat edaran Seskab serta seruan Menteri BUMN, inisial nama politisi Senayan yang disangka sering memeras BUMN beredar melalui pesan berantai.

Beberapa anggota DPR yang kebetulan berinisial nama sama dengan isi SMS berantai itu kebakaran jenggot. Mereka meminta Dahlan Iskan menjelaskan dengan terang siapa si pemilik inisial. Badan Kehormatan DPR juga berencana memanggil Menteri BUMN terkait desas-desus si anggota dewan pemeras.

Sebetulnya tak sulit meramal maujudnya tukang peras dari Senayan, khususnya dalam pembahasan anggaran. Mereka eksis. Kasus korupsi Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPID) mungkin bisa menjelaskan kehadiran si tukang peras. Juga bisa mengiaskan bagaimana pemerasan berlangsung.

Salah satu hasil pemeriksaan KPK menyebut ada simbol dan warna tertentu dalam pembahasan anggaran untuk pengembangan daerah. Partai politik yang disebut dalam inisial, minus Partai Gerindra, semua masuk dalam simbol dan warna pembahasan anggaran DPID. Wa Ode Nurhayati, terdakwa yang sudah dihukum dalam kasus itu, seperti mengonfirmasi simbol dan warna dimaksud. Dia menyatakan dalam eksepsinya, semua daerah calon penerima dana sudah ditentukan besaran potongannya.

Namun, menyangka oknum si tukang peras hanya ada di DPR sepertinya tak adil. Pemerintah patut dicurigai pula. Pembahasan anggaran dilakukan oleh dua pihak, DPR dan pemerintah.

Pemerasan terjadi kemungkinan karena tiga hal. Pertama, syahwat korup lembaga perwakilan membuncah setiap dimulai bahasan soal duit.

Kedua, pemerintah sendiri yang menyediakan diri, membuka jalur korupsi. Kalau benar-benar dari dulu diperas, kenapa tidak memboikot?

Ketiga, DPR dan pemerintah sama korupnya. Korupsi dihasilkan dari pertukaran mandat antara pemegang politik dan pemegang kekuasaan administratif. Kekuasaan dan pengaruh mereka diturunkan dalam kebijakan yang sewenang-wenang dan merugikan (John Girling, Corruption, Capitalism, and Democracy).

Katakanlah info yang sedang beredar adalah perilaku korup para anggota dewan, tetapi juga tak boleh dilupakan pemerintah juga kerap berkorupsi. Bahkan, menyediakan diri agar disuap. Kasus korupsi suap pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang bisa jadi tamsilnya.

Langkah pembersihan

Artinya, kalau mau membersihkan kotoran korupsi, mengusir si tukang peras anggaran, DPR dan pemerintah, harus segera dibersihkan.

Langkah pertama, Menteri BUMN Dahlan Iskan dalam waktu dekat harus menjelaskan kepada publik siapa si empunya inisial itu. Kalaupun tidak, memberikan keterangan ke penegak hukum adalah seminimal-minimalnya penjelasan. Namun, agaknya pilihan untuk menjelaskan kepada masyarakat lebih cocok diambil mengingat keterangan itu akan jadi pertimbangan bagi rakyat untuk tidak salah pilih di pemilihan umum. Sekaligus sebagai vonis politik bagi partai nakal pelindung si tukang peras.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Nasional
    Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

    Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

    Nasional
    Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

    Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

    Nasional
    Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

    Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

    Nasional
    Ganjar Bubarkan TPN

    Ganjar Bubarkan TPN

    Nasional
    BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

    BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

    Nasional
    TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

    TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

    Nasional
    Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

    Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

    Nasional
    Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

    Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

    Nasional
    Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

    Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

    Nasional
    Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

    Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

    Nasional
    Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

    Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

    Nasional
    Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

    Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

    Nasional
    SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

    SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com