Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Janggal, Sesmenpora Bisa Teken Kontrak Hambalang

Kompas.com - 03/11/2012, 20:24 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik Burhanudin Muhtadi melihat banyak kejanggalan dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahap I terhadap proyek Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

Burhanudin menyoroti soal persetujuan kontrak multiyears yang diduga menjadi salah satu cara untuk menggelembungkan dana proyek senilai Rp 1,2 triliun itu. Menurut Burhanudin, alasan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Malarangeng yang mengaku tidak tahu harus meneken kontrak proyek di kementerian yang nilainya di atas Rp 50 miliar sangat tidak masuk akal.

"Ini harus jadi PR BPK buktikan apakah dalam proses pengajuan dana dari Kemenkeu ada tanda tangan Andi Malarangeng atau tidak," kata Burhanudin, dalam diskusi di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (3/11/2012).

Di temuan pertama, BPK hanya menemukan tanda tangan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Wafid Muharram atas nama menteri yang kemudian disetujui Menteri Keuangan Agus Martowardoyo.

"Kalau pun tidak ada tanda tangan Andi, bisa dicari kenapa Wafid bisa punya keberanian untuk teken itu. Secara politis apa bisa Sesmenpora ambil alih tanggung jawab menteri. Apa ini hanya sekadar keuntungan finansial," kata Burhanudin.

Spekulasi-spekulasi itu, lanjut Burhanudian, bisa berkembang ke mana-mana. Namun, ia mengaku tak masuk akal sehat jika seorang Sesmenpora memiliki keberanian seperti itu apalagi dengan nilai proyek yang begitu besar.

"Kalau dia (Wafid) tidak dapat persetujuan atau support dari seorang menteri maka logika akal sehat kita, Wafid tidak akan berani senekat itu. Kalau pun hanya tanda tangan Sesmenpora, bagaimana bisa Menkeu setuju?" ujar Burhanudin lagi.

BPK akhirnya menyerahkan hasil audit investigasi terhadap proyek Hambalang pada tanggal 31 Oktober lalu. Hasil audit itu baru merupakan tahap pertama. Di dalam audit itu, BPK akhirnya memasukkan Menpora Andi Mallarangeng dan Menkeu Agus DW Martowardoyo.

Andi dinilai sudah membiarkan Sesmenpora Wafid Muharram melakukan kewenangan menteri dan tidak melakukan pengawasan dalam hal penyetujuan kontrak tahun jamak dan penentuan pemenang lelang konstruksi.

Padahal, nilai kontrak tersebut di atas Rp 50 miliar sehingga harus atas persetujuan menteri. Sementara Agus Martowardoyo menyetujui kontrak tahun jamak setelah melalui proses penelahaan secara berjenjang meskipun diduga melanggar tiga hal.

Ketiga hal itu yakni terkait spesifikasi unit bangunan yang tidak seluruh unitnya harus dibangun dalam waktu lebih dari satu tahun anggaran, permohonan persetujuan kontrak tahun jamak tidak diajukan oleh menteri/pimpinan lembaga, dan RKA-KL Kemenpora 2010 (revisi) terkait rencana anggaran tahun jamak belun ditandatangani Dirjen Anggaran Kemenkeu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Nasional
    Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Nasional
    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Nasional
    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Nasional
    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    Nasional
    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    Nasional
    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com