JAKARTA, KOMPAS.com- Bentrokan di Way Panji, Lampung, adalah salah satu dampak kebijakan transmigrasi masa lalu. Pola saat itu menyebabkan tidak ada pembauran antara pendatang dan masyarakat lokal.
Deputi Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin mengatakan, transmigrasi di masa lalu membawa seluruh pranata sosial suatu masyarakat. Pranata bawaan diterapkan di daerah tujuan dengan alasan agar transmigran betah.
"Dampaknya, desa transmigrasi tidak membaur dengan desa lokal. Muncul desa Jawa, Bali, Sunda, dan sebagainya di daerah-daerah tujuan transmigrasi," ujarnya, Rabu (31/10/2012) di Jakarta.
Keadaan diperburuk dengan kebijakan pilih kasih oleh pemerintah. Daerah-daerah transmigrasi dilengkapi dengan infrastruktur. Pembangunan itu untuk mengejar citra program transmigrasi berhasil serta membuat transmigran betah.
Sebaliknya, daerah yang didiami masyarakat lokal malah tidak mendapat infrastruktur memadai. Semakin lama, daerah-daerah itu menjadi kawasan tertinggal.
"Sekarang, daerah-daerah transmigrasi berkembang pesat. Keadaan sebaliknya terjadi di daerah non transmigrasi," tuturnya.
Kondisi itu, semakin lama memupuk kecemburuan sosial antara masyarakat pendatang dan lokal. Kecemburuan yang semakin menumpuk menyebabkan masyarakat mudah bertikai karena berbagai sebab.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.