Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlawanan Terbuka kepada Presiden

Kompas.com - 29/10/2012, 09:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Gugatan Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara RI kepada Komisi Pemberantasan Korupsi ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menuai sejumlah komentar dari para ahli. Secara umum, para ahli menilai gugatan itu merupakan jalan legal bagi Korlantas. Namun, dari sisi konstelasi politik nasional, langkah tersebut merupakan perlawanan terbuka bagi kepolisian terhadap pidato Presiden sebelumnya yang sudah menyelesaikan ”pertikaian” Polri versus KPK.

Ahli hukum tata negara dari Universitas Andalas, Saldi Isra, ketika dihubungi Minggu (28/10), menilai gugatan ini tak memiliki basis argumentasi bagi Korlantas untuk meminta ganti rugi dengan gugatan perdata kepada KPK setelah keluar pidato Presiden beberapa waktu lalu. Presiden sebelumnya secara tegas telah menengahi konflik ini dan sudah selesai di tingkat unsur pimpinan KPK dan unsur pimpinan Polri.

Gugatan Korlantas diajukan karena ada penyitaan barang bukti oleh KPK di gedung Korlantas, beberapa waktu lalu, yang dinilai tidak terkait kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulasi mengemudi di Korlantas Polri. KPK sudah siap melayani gugatan ini, yang rencana sidangnya digelar awal November nanti.

”Ini merupakan bentuk perlawanan terbuka dan pembangkangan terhadap pidato Presiden,” lanjut Saldi.

Ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Akhiar Salmi, menegaskan, langkah Korlantas ini sisa-sisa belum selesainya persoalan antara KPK dan Polri. ”Makin kelihatan persoalan antara mereka yang belum selesai. Kalau sudah selesai, tak ada gugat-menggugat ini,” kata Akhiar.

Dari sisi formal, Akhiar menilai Korlantas bukanlah subyek hukum yang berdiri sendiri dan bisa menggugat. ”Korlantas itu tak berdiri sendiri dari kepolisian, sementara kepolisian juga bagian dari pemerintah, bagian dari negara,” kata Akhiar.

Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia, Mudzakir, mengatakan, Korlantas sudah berada di jalur yang benar untuk menggugat KPK dalam rangka mendapatkan haknya.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim, Sabtu (27/10), mengatakan, gugatan Korlantas itu merupakan momentum untuk membuka dokumen yang disita oleh KPK. ”Nanti akan diketahui apa saja dokumen yang disita,” katanya.

Menurut Hifdzil, gugatan Korlantas tersebut wajar dilakukan karena diduga memang ada dokumen lain yang tidak berkaitan dengan kasus korupsi alat simulasi mengemudi.

Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Eddy OS Hiariej mengatakan, tidak jadi soal jika Korlantas menggugat KPK. Hal yang terpenting, gugatan ini tak terkait dengan pokok perkara penanganan kasus simulator di Polri. (AMR/DIK)

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Dugaan Korupsi Korlantas Polri
Polisi vs KPK

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

    Nasional
    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Nasional
    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

    Nasional
    Kualitas Menteri Syahrul...

    Kualitas Menteri Syahrul...

    Nasional
    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

    Nasional
    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Nasional
    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Nasional
    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Nasional
    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Nasional
    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Nasional
    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com