Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keberadaan Baznas Dipandang Positif

Kompas.com - 24/10/2012, 21:42 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Saksi ahli pemerintah dari Dewan Pertimbangan Badan Amil Zakat Kota Balikpapan, M Zaelani mengatakan bahwa keberadaan Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat memiliki peran penting untuk membangun kekuatan pengelolaan zakat secara luas. Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) memberikan energi positif bagi pengelolaan zakat karena dilakukan secara terencana.

"UU Nomor 23 Tahun 2011 ini memperlihatkan adanya sinergi yang terbangun atas keberadaan Baznas untuk membantu bidang sosial yang ada di masyarakat," kata Zaelani saat memberikan keterangan dalam persidangan gugatan uji materiil UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (24/10/2012).

Hal senada disampaikan oleh Dadang Saepudin selaku muzakki dari Sukabumi. Ia merasakan keberadaan Baznas membuat pengelolaan infak ataupun zakat makin lebih terarah dan jelas. Sebab, kesadaran masyarakat atas zakat melalui peran Baznas dinilainya makin meningkat. Hal ini adalah perkembangan yang baik, sebab Basnaz menjangkau Sukabumi dan memberikan dampak positif di daerah tersebut. Kepercayaan masyarakat pada Basnaz, menurutnya lebih kepada sistem zakat yang jelas dan terencana yang dikelola Baznas.

"Hal positif dari UU ini adalah pembangunan sarana umum, biaya kematian, membantu masyarakat dengan misalnya adanya lumbung padi di masjid bagi masyarakat yang tidak mampu. Keberadaan Baznas itu sangat penting untuk menyelesaikan masalah umat, utamanya kemiskinan dan itu berbentuk kerja sama dengan seluruh masjid di Sukabumi," tandasnya.

Sementara itu, kuasa hukum dari para pemohon, Heru Susetyo mengatakan, UU ini hanya menguntungkan kelompok tertentu saja terutama pemerintah, yaitu Kementerian Agama (Kemenag). Namun, masyarakat sipil serta lembaga amil zakat tidak diuntungkan oleh UU pengelolaan zakat.

"Yang disampaikan oleh pemerintah mewakili apa yang menjadi kehendak dari pemerintah atau kehendak dari kelompok-kelompok yang merasa nyaman dan semakin kuat dengan adanya UU ini," kata Heru.

Sedangkan para pemohon, Heru mengatakan, sama sekali tidak keberatan dan senang bisa berkoordinasi dengan pemerintah dan Baznas. Namun, yang mereka sayangkan adalah adanya monopoli pengelolaan zakat. Hal tersebut pada pertimbangan jika zakat dikelola oleh negara maka akan lebih kuat dan lebih transparan. "Kalau pemerintah yang mengurusi zakat tidak otomatis menjadi bagus, yang perlu itu koordinasi dan kami tidak menolak koordinasi. Namun, ini tidak dilakukan secara sentralisasi dan diskriminasif," tegasnya.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Zakat (Komaz) mengajukan uji materiil terhadap 8 pasal yaitu Pasal 38, Pasal 41, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 dari UU Pengelolaan Zakat ke MK.

Mereka merasa seluruh pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum dan bertentangan dengan Pasal 28C ayat 2, Pasal 28E ayat 2 dan 3, pasal 28H ayat 2 dan 3 UUD 1945. Para pemohon terdiri dari Yayasan Dompet Dhuafa, Yayasan Dana Sosial Al Falah Malang, Yayasan Yatim Mandiri, Yayasan Rumah Zakat Indonesia, LPP Ziswaf Harum, Yayasan Portal Infaq, Yayasan Harapan Dhuafa Banten, KSUP Sabua Ade Bima NTB dan Koperasi Serba Usaha Kembang Makmur Situbondo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com