Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemberantasan Korupsi Dikhianati

Kompas.com - 13/10/2012, 08:23 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengangkatan bekas terpidana kasus korupsi, Azirwan, sebagai Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau dinilai mengkhianati komitmen terhadap asas pemerintahan yang baik dan gerakan pemberantasan korupsi.

Oleh karena itu, Gubernur Kepulauan Riau didesak untuk membatalkan pengangkatan mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan tersebut.

Hal itu diungkapkan praktisi hukum senior Todung Mulya Lubis dan pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, saat dihubungi secara terpisah, Jumat (12/10).

”Kalau kita punya komitmen politik dan moral untuk membangun good governance dan menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, menempatkan orang seperti Azirwan sama saja dengan mengkhianati komitmen tersebut. Ini kesalahan elementer dari Gubernur Kepulauan Riau,” kata Todung.

Indriyanto mengungkapkan, regulasi yang mengatur bekas narapidana tidak boleh diangkat atau dipromosikan memang tidak ada, tetapi hal itu bertentangan dengan etika kenegaraan. Pengangkatan Azirwan dapat berdampak terhadap adanya stigma kelembagaan yang menjadi tidak baik. ”Dalam keadaan seperti ini, etika kenegaraan haruslah dikedepankan,” ujarnya.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis Azirwan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara dan membayar denda Rp 100 juta atau subsider tiga bulan penjara karena terbukti menyuap anggota Komisi IV DPR, Al Amin Nasution, terkait pembahasan alih fungsi hutan lindung di Pulau Bintan pada 2008. Azirwan dan Al Amin ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, pada 8 April 2008.

Menurut Todung, pengangkatan Azirwan dapat membuat para pegawai merasa tidak ada hukuman terhadap tindak pidana korupsi yang pernah dilakukan. Peluang untuk menduduki jabatan tetap terbuka meskipun pernah dipidana penjara. ”Ini bentuk kolusi yang sangat jahat, mengangkat kembali orang yang dipidana korupsi di negara yang sedang berjuang melawan korupsi,” tambahnya.

Pertimbangan moralitas dan etika seharusnya lebih didahulukan dalam melakukan promosi jabatan, terutama bagi pegawai negeri sipil (PNS) yang pernah dihukum dalam kasus korupsi. Meskipun tidak melanggar peraturan, promosi untuk bekas narapidana korupsi seharusnya dipertimbangkan dengan cermat dan bijak.

Hal itu disampaikan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, Nurul Arifin, setelah Rapat Kerja Panitia Khusus RUU Desa dan RUU Pemda dengan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat. ”Bagaimanapun, pertimbangan moralitas, etika, dan integritas harus dikedepankan,” katanya.

Menurut Nurul, pertimbangan moralitas dan etika sebaiknya didahulukan untuk mencegah kemungkinan terulangnya kasus korupsi serupa. ”Ini juga agar semangat untuk merealisasikan good governance dan clean government dapat tercapai,” katanya.

Gamawan mengakui belum ada sanksi pemecatan bagi PNS yang pernah menjalani hukuman penjara kurang dari empat tahun. ”Aturan yang mengatur itu ada, yakni PP Nomor 32 Tahun 1979 (tentang Pemberhentian PNS). PP itu intinya mengatur, orang (PNS) yang sudah dihukum lebih dari empat tahun itu tidak diberhentikan. Kalau yang lebih dari empat tahun (hukuman), baru diberhentikan,” katanya.

Meskipun demikian, Gamawan menegaskan, hal itu tidak berarti pemerintah tidak memiliki perhatian dalam upaya pemberantasan korupsi. Pemerintah hanya menjalankan aturan.

Apalagi, Mahkamah Konstitusi juga sudah memutuskan bahwa bekas narapidana boleh mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Kementerian Dalam Negeri akan melakukan kajian komprehensif untuk mencari pengaturan yang paling adil. ”Sekarang begini, kalau ada anggota Dewan dihukum, boleh tidak mencalonkan lagi? Kita harus melihat menyeluruh institusi-institusi lain sehingga pengaturannya akan adil,” ujarnya.

Batalkan

Namun, pemerintah, termasuk pemerintah daerah, tidak bisa hanya berpikir legalistik dalam pengangkatan seorang pejabat. Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Teten Masduki mengatakan, Mendagri tidak dapat mempertimbangkan aspek legal semata, tetapi perlu juga mempertimbangkan norma-norma yang sesuai dengan prinsip pemerintahan bersih, tata kelola pemerintahan yang baik, dan moralitas.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektare Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

    Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektare Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

    Nasional
    Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

    Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

    Nasional
    Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

    Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

    Nasional
    Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

    Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

    Nasional
    Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

    Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

    Nasional
    Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

    Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

    Nasional
    Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

    Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

    Nasional
    Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

    Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

    Nasional
    Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

    Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

    Nasional
    Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

    Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

    Nasional
    Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

    Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

    Nasional
    Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

    Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

    Nasional
    Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

    Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

    Nasional
    Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

    Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

    Nasional
    Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

    Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com