Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politisi Golkar Berat Hati Hentikan Revisi UU KPK?

Kompas.com - 10/10/2012, 18:15 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Fraksi Partai Golkar sudah menyatakan sikap partainya untuk menghentikan pembahasan revisi Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, ternyata tidak semua kader Golkar ikhlas akan keputusan partai berlambang pohon beringin ini.

Salah satunya adalah anggota Komisi III, Nurdiman Munir. Nurdiman mengaku dengan dihentikannya pembahasan revisi UU KPK ini justru akan menyenangkan pihak koruptor. "Ya, koruptor bertepuk tangan. Kita mau bilang apa lagi karena rakyat menghendaki, ya, kita mundur. Tapi dicatet, kalau besok gagal karena KPK hanya punya 87 penyidik, berarti you yang salah. Saya nggak punya utang lagi," tukas Nurdiman, Rabu (10/10/2012), di Komplek Parlemen, Jakarta.

Nurdiman menambahkan, sejak awal Golkar berniat baik memajukan revisi Undang-undang KPK ke Badan Legislatif. Ia menuturkan, dirinya dan rekan satu partainya yakni Aziz Syamsuddin yang memberi inisiatif revisi itu termasuk mencoret sejumlah pasal-pasal yang dinilai merugikan KPK.

Sebagai informasi, Aziz dituding Wakil Direktur Keuangan Grup Permai Yulianis pernah terlibat kongkalikong dengan Grup Permai. Terkait hal ini, Aziz mengaku tak ingin berkomentar. Sementara, KPK menegaskan akan menguji keterangan Yulianis.

"Kita justru ingin penyidik independen yang ditambah. Tapi ada isu-isu yang nggak benar, itu yang memojokkan kita, Komisi III, dan khususnya memojokkan Fraksi Golkar. Itu yang kita nggak setuju, padahal yang kita ingat ada satu permainan, ada satu isu yang dimainkan nggak tahu oleh siapa," ujar Nurdiman.

Lebih lanjut, Nurdiman membantah sikap "ngotot" dirinya dan Aziz dalam pembahasan revisi UU KPK bukanlah untuk mencari kepentingan pribadi. Ia pun mengungkapkan, peluang revisi UU KPK masih terbuka di masa persidangan berikutnya.

"Kita tunggu masa yang akan datang di mana adik-adik ini tidak mencurigai Golkar lagi. Barangkali kita majukan lagi," ujar Nurdiman.

Sebelumnya, wacana revisi UU KPK menuai reaksi keras dari publik. Draf yang diajukan Komisi III DPR dinilai berpotensi melemahkan KPK. Di antaranya pengurangan kewenangan KPK dan mekanisme yang mengikat KPK untuk melakukan penyadapan. Setelah mendapatkan kritik itu, sejumlah fraksi yang awalnya mendukung revisi undang-undang ini akhirnya menarik kembali sikapnya dengan menghentikan revisi undang-undang KPK.

 

Fraksi-fraksi yang sudah menyatakan sikap menghentikan pembahasan revisi UU KPK adalah F-Partai Demokrat, F-Partai Keadilan Sejahtera, F-Partai Amanat Nasional, F-Partai Kebangkitan Bangsa, F-Partai Hanura, F-Partai Persatuan Pembangunan, F-Gerindra, dan yang terakhir Fraksi Partai Golkar.

Sementara Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sejak awal menolak pembahasan itu. Pemerintah pun menolak adanya pembahasan revisi UU KPK. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam pidatonya pada Senin (8/10/2012) malam, berpendapat, wacana revisi Undang-undang KPK yang saat ini tengah bergulir di DPR kurang tepat dilakukan saat ini.

Berita terkait revisi UU KPK dapat diikuti dalam topik "Revisi UU KPK"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com