Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Minta Haris Dijadikan Tersangka

Kompas.com - 07/08/2012, 17:40 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Pangeran Napitupulu meminta Komisi Pemberantasan Korupsi menjadikan politikus Partai Golkar, Haris Andi Surahman sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengalokasian Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) 2011.

Hal tersebut disampaikan Pangeran saat unsur pimpinan Badan Anggaran DPR, Tamsil Linrung bersaksi untuk terdakwa Wa Ode Nurhayati di Pengadilan Tipikor, Selasa (7/8/2012).

"Jaksa, ini Haris sudah jadi tersangka atau belum? Jadikan tersangka. Apa itu lapor-lapor enggak jelas," kata hakim Pangeran.

Mulanya, Pangeran bertanya kepada Tamsil soal laporan Haris ke pimpinan Banggar DPR pada akhir 2010. Saat itu, Haris mengaku ditipu Wa Ode. Menurut Tamsil, Haris sudah menyerahkan uang Rp 6 miliar ke Wa Ode melalui sekretarisnya, Sefa Yolanda karena dijanjikan akan dibantu alokasi DPID untuk daerah-daerah yang dikehendaki Haris.

"Ada tiga kabupaten di Aceh dan Sulawesi Utara, dua di Aceh, satu di Sulut," kata Tamsil menjelaskan daerah-daerah yang dikehendaki Haris.

Dia juga mengatakan kalau Haris membawa bukti transfer ke rekening Sefa Yolanda, sekretaris Wa Ode.

Hakim Pangeran menilai keterangan Tamsil soal laporan Haris ini janggal. Menurut Tamsil, Haris hanya kebetulan melaporkan Wa Ode ke pimpinan Banggar.

Mulanya, kata dia, Haris ingin melapor ke Badan Kehormatan DPR. Namun karena anggota BK DPR berhalangan, maka laporan dialihkan ke pimpinan Banggar. Anehnya, para pimpinan DPR langsung menerima laporan Haris meskipun tidak tahu latar belakang yang bersangkutan.

Tamsil mengaku tidak tahu soal pekerjaaan maupun latar belakang Haris selaku pelapor kasus pemberian suap ke Nurhayati. Tamsil hanya tahu bahwa Haris merupakan kader Partai Golkar.

"Dia orang Partai Golkar, tapi bukan anggota DPR. Saya tidak tahu, saya tidak menanyakan pekerjaannya," ujar politisi PKS tersebut.

Meskipun tahu bahwa Haris bukan pihak yang berwenang mengajukan alokasi DPID ke anggota Banggar DPR, Tamsil dan unsur pimpinan Banggar lain yang mendengar pelaporan Haris tersebut tidak melaporkan Haris ke Polisi. Laporan Haris ini, kata Tamsil, kemudian dilaporkan ke pimpinan DPR.

"Dilaporkan ke pimpinan dan pimpinan menyerahkan ke BK kemudian BK memanggil yang bersangkutan, Haris dan yang dituduh," kata Tamsil.

Dalam kasus dugaan suap DPID yang melibatkan Wa Ode dan pengusaha Fahd A Rafiq ini, Haris berperan penting. Pengusaha itu dikatakan menjembatani Wa Ode dengan Fahd A Rafiq.

Surat dakwaan Wa Ode menyebutkan kalau Fahd meminta Haris memperkenalkannya ke anggota Banggar DPR yang dapat membantu alokasi DPID. Haris pun mengenalkan Fahd ke Wa Ode.

Adapun Fahd diduga menyuap Wa Ode dengan Rp 6 miliar melalui Haris Surahman. Pemberian miliaran uang tersebut dilakukan agar Wa Ode membantu alokasi DPID untuk tiga kabupaten di Aceh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com