JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) menyatakan dukungan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar lembaga penegakkan hukum itu menangani sepenuhnya kasus dugaan korupsi proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM). Pernyataan yang ditandatangani Ketua HMI Alto Makmuralto dan Sekretaris Jenderal HMI Herman Haeruddin itu disampaikan melalui selebaran yang dibagi-bagikan di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (6/8/2012).
"Semestinya Polri tidak perlu ikut mengusut, apalagi mencampuri kasus ini, karena sudah lebih dulu ditangani KPK," bunyi selebaran tersebut.
Menurut HMI, semestinya rebutan pengusutan kasus antara lembaga penegakkan hukum tidak perlu terjadi jika masing-masing pihak mentaati undang-undang yang berlaku. Khusus dalam perkara dugaan korupsi simulator SIM yang melibatkan jenderal Kepolisian ini, lanjutnya, semestinya Polri tidak ikut campur. Selayaknya Polri mematuhi hukum yang tercantum dalam Undang-udang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sehingga Polri berbesar hati menyerahkan kasus ini ke KPK," ujar mereka dalam selebaran tersebut.
Selain karena Undang-undang KPK, kasus ini semestinya tidak ditangani Polri mengingat asas netralitas. Sejumlah kasus yang menyangkut internal Polri dikatakan cenderung tidak jelas ujungnya bila ditangani sendiri oleh Polisi.
"Kinerja Polri dalam menyelesaikan pelanggaran hukum di internal mereka, baik dalam kasus kekerasan maupun korupsi, cenderung mengecewakan publik," tulisnya dalam selebaran.
Hal ini, lanjut isi selebaran itu, terjadi karena reformasi birokrasi di tubuh Polri belum berjalan sesuai harapan. HMI juga mengritisi peristiwa penggeledahan tim KPK di gedung Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri yang sempat tertahan. Menurutnya, penggeledahan yang sempat ditahan Polri beberapa waktu lalu itu menunjukkan bahwa Polri belum reformistik.
"Tidak punya itikad baik dalam mendukung upaya memerangi oknum polisi yang korup," tulis selebaran itu lagi.
Sikap semacam itu, lanjutnya, jelas merupakan suatu tindakan yang sangat arogan serta bertentangan dengan asas dan semangat reformasi birokrasi.
"Sikap Polri tersebut layak untuk dikecam keras sebab menandakan bahwa Polisi menutup diri terhadap upaya pemberantasan korupsi," tambahnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, KPK dan Polri seolah berebut menangani kasus dugaan korupsi simulator roda dua dan roda empat ujian SIM. KPK meningkatkan penanganan kasus dugaan korupsi proyek simulator SIM itu pada 27 Juli 2012 sedangkan Polri memulai penyidikan pada 1 Agustus 2012.
Tiga dari lima orang yang ditetapkan Polri sebagai tersangka juga menjadi tersangka di KPK. Mereka adalah Brigjen Didik Purnomo dan dua swasta, yakni Budi Susanto dan Sukoco S Bambang.
Sesuai Undang-undang Tentang KPK, lembaga penegak hukum lain harus berhenti melakukan penyidikan jika KPK lebih dulu memulai penyidikan kasus yang sama. Namun menurut Kepolisian, ada kesepakatan antara KPK dan Polri yang membagi ranah kewenangan masing-masing. Kesepakatan itu yakni berisi bahwa KPK menangani kasus terkait Irjen Djoko Susilo sedangkan Polri yang terkait dengan Pejabat Pembuat Komitmen, Brigjen Didik Purnomo serta panitia pengadaan proyek di bawahnya.
Hari ini, Pimpinan KPK rencananya bertemu kembali dengan Kapolri untuk membahas masalah ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.