JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidikan Polisi Republik Indonesia (Polri) atas perkara dugaan korupsi proyek simulasi kemudi roda dua dan roda empat untuk ujian surat izin mengemudi (SIM) Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri pada 2011 dinilai cacat hukum.
Penyidikan yang dilakukan oleh Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri dengan dasar Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Ketentuan Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyalahi ketentuan hukum yang berlaku mengenai penyidikan perkara korupsi yaitu Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan UU nomor 31 tahun 1999 jo UU nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Dalam hukum dikenal lex specialis lex generalis. Hukum khusus menggantikan hukum umum. UU KPK dan Tipikor itu kan jelas-jelas hukum khusus sedangkan UU KUHAP jelas hukum umum. Selain itu hukum yang baru juga mengesampingkan hukum lama. Jelas terlihat kalau dasar Bareskrim menggunakan KUHAP tidak berdasar dan jika tetap melanjutkan penyidikan, maka Polri sebagai penegak hukum telah melanggar hukum itu sendiri," terang Asep Iwan Inawan, pakar hukum, dalam pernyataan sikap koalisi Masyarakat untuk reformasi Polri di kantor Transparency International Indonesia Jakarta, Jumat (3/8/2012).
Iwan menjabarkan bahwa di KUHAP, penyidik dapat menghentikan penyidikan. Hal tersebut berbahaya karena Bareskrim dapat menutup perkara dengan alasan bukti tidak cukup. Sebab itu, pengecualian harus dilakukan jika Polri tidak mau mengalah dan bebesar hati menyerahkan penyidikan ke KPK.
Secara hukum, lanjutnya, mandat penyidikan perkara korupsi jelas harus ditangani oleh KPK. Dalam UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK disebutkan juga bahwa KPK tidak boleh menghentikan penyidikan sebagaimana yang tercantum dalam KUHAP.
"Di UU KPK jelas disebutkan bahwa KPK yang paling berhak melakukan penyidikan kasus korupsi. Kalau KPK sudah melakukan penyidikan maka Kejaksaan dan Polri wajib menghentikan penyidikan. Kalau Polri masih lanjut melakukan penyidikan dengan dasar KUHAP maka hukumnya haram," tambahnya.
Hal senada turut pula diungkapkan oleh Haris Azhar, Koordinator Kontras, yang mengungkapkan bahwa dasar hukum yang diacu oleh Bareskrim akan otomatis digugurkan pengadilan atas dasar kompetensi. Ranahnya prosedur penanganan perkara korupsi tidak terletak di Polri tapi KPK. Polisi, lanjutnya, tidak berhak untuk melakukan penyidikan karena hal itu justru dapat mengakibatkan terhambatnya kinerja KPK.
"Kinerja KPK akan terhambat jika Polri tetap bersikeras melakukan penyidikan dengan dasar hukum yang dapat digugurkan pengadilan tersebut. Kalau tetap ngotot melakukan penyidikan maka kuat dugaan bahwa Polri melindungi para koruptor yang sudah dijadikan KPK sebagai tersangka," pungkasnya.
Seperti yang diberitakan Polri bersikeras memiliki wewenang dalam menangani kasus tersebut. Polri pun mempersilakan KPK jika mau menggugat ke pengadilan agar penyidikan dihentikan oleh Polri. Sutarman menjelaskan pihaknya hanya akan tunduk pada KUHAP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.