Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hotma: Tindakan KPK Sangat Represif!

Kompas.com - 01/08/2012, 20:04 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hotma Sitompul, pengacara Irjen Djoko Susilo yang ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka kasus penyalahgunaan wewenang pengadaan simulator SIM, menilai bahwa tindakan KPK saat melakukan penyidikan di Korps Lalu Lintas Polri sangatlah represif. KPK sama sekali tidak memperlihatkan niat baik karena telah melanggar etika penyidikan dan bertindak di luar kewenangan institusi tersebut.

"KPK dalam penyidikan di Korlantas telah bertindak melebihi batas kewenangannya. Dan yang paling penting KPK melanggar etika sebagai seorang tamu Polri. Kami duga ada target terselubung yang sedang diagendakan KPK melalui aksinya di kantor Korlantas," ujar Hotma Sitompul di kantornya, Jakarta, Rabu (1/8/2012).

Hotma mengungkapkan bahwa upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK di kantor Korlantas dilakukan dengan cara melanggar ketentuan hukum dan undang-undang. KPK menyalahi MoU tentang Optimalisasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tahun 2012.

KPK, menurut hasil penelaahan Hotma, melanggar pasal 8 dan 13 MoU tersebut yang harus ditaati oleh KPK, Polri, dan Kejaksaan. KPK sama sekali tidak memberikan penghormatan kepada Polri sesama aparat penegak hukum.

Hotma juga mengecam tindakan penyitaan yang dilakukan oleh KPK. Tindakan penyitaan itu, menurutnya, adalah bukti nyata tindakan represif di samping penetapan Djoko Susilo sebagai tersangka.

Selain represif, KPK juga telah bertindak arogan dengan memasuki ruangan kerja Korlantas Polri tanpa berkoordinasi terlebih dahulu sebagaimana yang diatur dalam MoU. "KPK sudah menyita semua yang ada di kantor Korlantas. Kami ingatkan pada KPK untuk segera mengembalikan dokumen yang tidak ada hubungannya dengan kasus (Korupsi Penyediaan Simulator SIM) ini," tegasnya.

Selain Hotma, Tommy Sihotang, pengacara Djoko Susilo, turut menambahkan bahwa penetapan Djoko sebagai tersangka tidak tepat dan menunjukkan kesewenang-wenangan KPK.

Menurut Tommy, dalam menetapkan Djoko Susilo sebagai tersangka harus ada cukup bukti untuk menyeret mantan Kepala Korlantas tersebut menjadi tersangka. "Klien (Djoko Susilo) kami tersebut ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sementara yang bersangkutan tidak pernah dilakukan pemeriksaan terlebih dulu. Di situ terlihat KPK bertindak represif," pungkas Tommy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

    Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

    Nasional
    Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

    Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

    Nasional
    Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

    Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

    Nasional
    Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

    Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

    Nasional
    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    Nasional
    'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

    "Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

    Nasional
    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Nasional
    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

    Nasional
    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Nasional
    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Nasional
    Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

    Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

    Nasional
    Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

    Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

    Nasional
    'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

    "Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

    [POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

    Nasional
    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com