Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hartati Akui Pernah Bertelepon dengan Amran

Kompas.com - 31/07/2012, 05:25 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengusaha Hartati Murdaya Poo diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi selama lebih kurang 14 jam sebagai saksi dalam kasus dugaan suap kepengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di Buol, Sulawesi Tengah, Senin (30/7/2012). Seusai diperiksa, wanita yang dikenal sebagai pemilik PT Hardaya Inti Plantation dan PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM) itu mengaku dicecar penyidik soal rekaman pembicaraannya dengan Bupati Buol, Amran Batalipu.

Meskipun mengaku pernah berhubungan telepon dengan Amran, Hartati tidak menjelaskan isi percakapannya dengan Amran tersebut. "Rahasia, enggak boleh dong. Minta izin dulu sama KPK, boleh enggak ngomong materi. Kalau enggak boleh, nanti saya susah," ujar Hartati di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin malam.

Menurut Hartati, isi pembicaraannya dengan Amran seputar hal-hal yang bersifat diplomatis. Dia mengaku tidak menghubungi Amran secara langsung, tetapi disambungkan ke Amran oleh seseorang. "Ada orang telepon, teleponnya dikasih ke saya, tapi ngomongnya diplomatis saja, ya enggak ngomong apa-apa," kata anggota Dewan Pembina Partai Demokrat ini.

Hartati pun tidak menjawab tegas saat ditanya pertemuannya dengan Amran. Meskipun demikian, dia mengakui pernah bertemu dengan Amran. "Bukan pertemuan, bertemu saja di lobi, tapi enggak banyak ngomong apa-apa," ucap Hartati saat ditanya ihwal pertemuannya dengan Amran.

KPK memeriksa Hartati sebagai saksi untuk anak buahnya, Gondo Sudjono, yang ditetapkan sebagai tersangka. KPK menetapkan Gondo bersama petinggi PT HIP yang lain, yaitu Yani Anshori sebagai tersangka karena diduga menyuap Amran. Nilai suap yang diberikan berjumlah Rp 3 miliar. KPK juga menetapkan Amran sebagai tersangka kasus ini.

Informasi dari KPK menyebutkan kalau pemberian suap kepada Amran itu dilakukan karena ada perintah dari Hartati ke Yani Anshori. KPK memiliki rekaman pembicaraan Hartati dengan Amran yang menjadi bukti keterlibatan Hartati. Informasi dari KPK mengatakan bahwa rekaman pembicaraan itu berisi permintaan Hartati agar Amran mengurus HGU perkebunan kelapa sawitnya di Buol.

Seusai diperiksa pada Jumat (27/7/2012) pekan lalu, Hartati mengakui pernah dimintai uang Rp 3 miliar oleh Amran. Dari Rp 3 miliar yang diminta, hanya diberikan Rp 1 miliar. Namun, menurut Hartati, bukan dirinya yang memberi suap ke Amran. Adapun uang tersebut, katanya, diberikan ke Amran terkait kondisi keamanan PT HIP dan PT CCM di Buol yang terancam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

    Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

    Nasional
    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Nasional
    Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Nasional
    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Nasional
    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Nasional
    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com