Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Delapan Jam Lebih, KPK Masih Gali Keterlibatan Hartati

Kompas.com - 30/07/2012, 19:48 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih memeriksa anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Hartati Murdaya Poo, hingga pukul 18.30 WIB.

Hartati yang masuk gedung KPK sekitar pukul 10.00 WIB itu diperiksa sebagai saksi terkait penyidikan kasus dugaan suap kepengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di Buol, Sulawesi Tengah.

Hartati dikenal sebagai pemilik PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) dan PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM), perusahaan yang diduga terlibat kasus tersebut.

Pemeriksaan Hartati sebagai saksi oleh penyidik KPK ini terbilang lama. Jumat (27/7/2012) pekan lalu, Hartati diperiksa selama 12 jam. Soal lamanya pemeriksaan Hartati ini, Juru Bicara KPK mengatakan memang banyak pertanyaan yang diajukan penyidik kepada pengusaha itu.

"Penyidik ingin menggali lebih jauh bagaimana kaitannya dengan yang kita sidik ini," kata Johan di Jakarta, Senin (30/7/2012).

Terkait kemungkinan Hartati menjadi tersangka kasus ini, Johan menegaskan sampai saat ini status yang bersangkutan masih sebagai saksi.

"Pemeriksaan saja belum selesai, kita belum tahu," tambahnya.

KPK memeriksa Hartati sebagi saksi untuk Gondo Sudjono, petinggi PT HIP yang menjadi tersangka karena diduga menyuap Bupati Buol, Amran Batalipu. Gondo dan petinggi PT HIP lainnya, yakni Yani Anshori, tertangkap tangan penyidik KPK sesaat setelah diduga memberi uang Rp 3 miliar kepada Amran. KPK pun menetapkan Yani dan Amran sebagai tersangka.

Informasi dari KPK menyebutkan kalau pemberian suap tersebut dilakukan karena ada perintah Hartati ke Yani Anshori.

Terkait kepentingan penyidikan, KPK sudah meminta Imigrasi mencegah Hartati bepergian ke luar negeri. KPK juga memiliki bukti berupa rekaman pembicaraan antara Hartati dan Bupati Amran Batalipu.

Diduga, rekaman tersebut berisi permintaan Hartati agar Amran mengurus HGU perkebunan kelapa sawitnya di Buol.

Saat dikonfirmasi soal rekaman pembicaraan ini, Hartati tadi pagi mengaku diklarifikasi penyidik KPK soal rekaman tersebut saat diperiksa, Jumat (27/7/2012) pekan lalu.

Meskipun membantah menyuap, seusai diperiksa pekan lalu, Hartati mengaku dimintai uang Rp 3 miliar oleh Amran. Dari Rp 3 miliar yang diminta, hanya Rp 1 miliar yang diberikan.

Namun, Hartati menegaskan bahwa bukan dirinya yang menyerahkan uang tersebut kepada Amran. Pemberian uang itu, katanya, terkait kondisi keamanan PT HIP dan PT CCM yang tengah terancam di Buol. Secara terpisah, kuasa hukum Hartati, Patra M Zein, mengatakan bahwa kliennya diperas Amran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Nasional
    Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

    Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

    Nasional
    Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

    Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

    Nasional
    Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

    Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

    Nasional
    Ganjar Bubarkan TPN

    Ganjar Bubarkan TPN

    Nasional
    BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

    BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

    Nasional
    TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

    TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

    Nasional
    Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

    Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

    Nasional
    Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

    Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

    Nasional
    Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

    Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

    Nasional
    Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

    Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

    Nasional
    Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

    Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

    Nasional
    Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

    Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

    Nasional
    SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

    SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com