JAKARTA, KOMPAS.com — Tuntutan terhadap regenerasi kepemimpinan belakangan ini dinilai bukan berdasarkan pemikiran yang positif. Munculnya desakan itu disebut lebih karena kejenuhan atau kekecewaan masyarakat terhadap generasi tua.
"Karena kejenuhan atau bahkan kekesalan kepada yang tua, maka muncullah gelombang tuntutan regenerasi," kata Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hajriyanto Y Thohari ketika dihubungi, Senin (16/7/2012), saat dimintai tanggapan desakan adanya regenerasi dari sejumlah pihak di Pemilu 2014.
Menurut Hajriyanto, sayangnya para penuntut itu tidak tahu kriteria generasi muda seperti apa yang layak menjadi pemimpin. Desakannya yang terpenting terjadi regenerasi karena kekecewaan pada generasi tua.
"Tetapi begitu melihat fakta generasi muda yang masih belia pun ternyata tidak kurang koruptifnya, akhirnya bingung juga. Tua muda akhirnya sama saja, sama-sama bermasalah dan koruptif," kata politisi Partai Golkar itu.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarno Putri menilai jangan ada pemaksaan adanya regenerasi kepemimpinan. Proses regenerasi itu, menurut dia, harus berjalan secara alami. Selain itu, jangan ada dikotomi tua atau muda dalam memilih pemimpin.
Belakangan ini, tokoh-tokoh lama selalu muncul dalam hasil survei pencapresan seperti Megawati, Prabowo Subianto, Jusuf Kalla, dan Wiranto. Elektabilitas mereka disebut lebih tinggi dibandingkan dengan tokoh-tokoh muda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.