Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

JK: Pemerintah Tak Boleh Senyum Atasi Konflik

Kompas.com - 16/07/2012, 06:06 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla alias JK mengatakan, pemerintah harus keras dalam mengatasi kekerasan agar kekerasan itu tidak berlanjut. Pasalnya, menurut JK, saat ini hukum rimba sudah berlaku di tengah-tengah masyarakat.

Hal itu dikatakan JK dalam acara Sarasehan Kebudayaan di Jakarta, Minggu (15/7/2012) malam.

Selain JK, acara yang digelar Komunitas Anti Kekerasan Indonesia (KAKI) itu dihadiri tokoh lain, seperti Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, Kepala Polda Metro Jaya Irjen Untung S Rajab, Wakil Ketua MPR Hadjriyanto Y Thohari, Yenny Wahid, Hendardi, Effendi Gazali, para tokoh agama, dan tokoh masyarakat.

JK mengatakan, kekerasan di berbagai daerah terjadi akibat ketidakadilan pemerintah pusat ke daerah, kesenjangan ekonomi, hukum yang tidak terlalu berjalan, wibawa aparat keamanan menurun, dan faktor lainnya.

Menurut JK, saat ini adalah titik paling rawan lantaran masyarakat menggunakan hukum rimba. Titik awal hukum rimba dimulai ketika kerusuhan di Tanjung Priok pada April 2010. Ketika itu, kata dia, tidak ada orang yang bertanggung jawab atas tewasnya tiga orang dan pembakaran puluhan kendaraan.

"Di situlah mulai berpikir hukum rimba. Kalau kita ramai-ramai bunuh orang tidak akan ditangkap, ramai-ramai bakar mobil tidak akan ditangkap. Kalau ditangkap kita bakar kantor polisi. Dari situ masuk ke kerusuhan di Batam, Madiun, Lombok, Lampung. Semua dibakar. Dan tidak ada yang mendapat hukum setimpal. Dimulailah hukum rimba," kata JK.

JK memberi contoh ketika dirinya menghentikan konflik di Poso, Ambon, dan Aceh. Ketiga konflik itu pecah akibat ketidakadilan dari pemerintah pusat. Khusus di Poso dan Ambon, agama ditarik untuk memperkeruh suasana. Pasalnya, kata JK, konflik dengan membawa agama akan sulit diatasi.

"Agama paling susah. Membunuh dan dibunuh sambil ketawa. Mereka merasa kalau membunuh masuk surga, dibunuh juga masuk surga. Jadi tidak pernah berhenti. Saya keras di lapangan. Kalian semua masuk neraka. Kiai, pastor terkejut kenapa masuk neraka? Saya bilang siapa yang mengatakan agama boleh bunuh orang? Tunjukkan," kata Ketua Palang Merah Indonesia itu.

"Pada waktu di Poso dan Ambon. Dimulai dari ancaman. Saya ancam kalian mulai hari ini saya cuma kasih tiga pilihan. Besok saya kasih peluru semua kalian dua-duanya sampai habis ini generasi. Saya kasih peluru berapa saja. Kedua, besok saya kasih tambah tentara. Silakan tembak siapa yang mulai. Siapa yang mau? Enggak ada juga yang mau," cerita JK.

JK menambahkan, "Pilihan terakhir mulai besok bicara dengan saya. Bicara apa, Pak? Bicara menghentikan konflik. (Pihak berkonflik menjawab) boleh bicara, tapi tidak ada damai. Karena itu, deklarasi tidak ada satu pun kata damai, baik Ambon maupun Poso. Yang ada semua pihak setuju menghentikan kekerasan. Ya, sama aja kan," kata JK disambut tawa para hadirin.

Bagaimana dengan Aceh? Menurut JK, ia hanya memberi dua pilihan, yakni terus berperang atau damai. Namun, kata dia, pilihan awal tetap berperang. "Oke, baik kita umumkan perang 100 tahun antara Indonesia dengan Aceh. Kita siap 100 tahun. Sebelum pergi saya katakan, perangnya di Aceh jadi korbannya banyak di Aceh. Mau? Oh jangan begitu. Barulah kita bicara," papar JK.

"Jadi, penyelesaian konflik harus keras, tidak boleh ada senyum. Saya enggak ada senyum di Poso, Ambon, Aceh. Pemerintah tidak bisa senyum atasi konflik. Harus dengan keras juga. Tapi tentu keras yang ada batasnya. Pemerintah harus begitu atasi kekerasan. Tidak boleh berlama-lama karena makin lama kita bicara makin banyak korban," kata JK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com