Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Moha Lohanda, Mencetak Puluhan Doktor Sejarah

Kompas.com - 27/06/2012, 13:55 WIB

 

 

Harian Kompas memberikan penghargaan kepada lima cendekiawan yang dipandang memiliki dedikasi. Penghargaan ini dimulai sejak 2008. Tahun ini penghargaan diberikan kepada Ny Julie Sutardjana (90); Surono (57) atau Mbah Rono—ketika Gunung Merapi meletus tahun 2010 namanya tidak kalah populer daripada Mbah Maridjan (almarhum); Daoed Joesoef (85); Mochtar Pabottingi (66); dan Mona Lohanda (64), peneliti di Arsip Nasional Republik Indonesia yang hasil ketekunannya soal Batavia tak akan dilewatkan para pemerhati Jakarta kuno. Inilah sosok Mona Lohanda.

_______________________________________

 

KOMPAS.com - Arsip Nasional Republik Indonesia mungkin tidak akan banyak menghasilkan manfaat bagi bangsa Indonesia dan dunia internasional jika tidak ada sosok Mona Lohanda. Mona yang bekerja di ANRI sejak tahun 1972 telah mencetak puluhan doktor Ilmu Sejarah dari pengabdiannya selama puluhan tahun.

Mona yang akan pensiun akhir tahun 2012 itu mengenal para ahli Indonesia dari Belanda, Perancis, Jerman, Amerika Serikat, Australia, Inggris, Jepang, dan lain-lain yang mempelajari Indonesia lewat kumpulan arsip.

Para doktor dan pakar serta penulis sejarah Nusantara, seperti Peter Carey, Anthony Reid, Aiko Kurasawa Inomata, Kenichi Goto, Aisawa Nobu, Claudine Salmon, Merry Sommers Heidhues, Heather Sutherland, Charles Coppel, John Ingleson, Robert Cribb, Merle Calvin Ricklefs, Ruth Mc Vey, Henk Schulte Nordholt, Jap Erkelens, Leonard Blusse, Adolf Heuken, Remco Raben, dan Bambang Purwanto, pasti pernah berurusan dan dibantu oleh Mona Lohanda dalam berburu fakta yang berada dalam arsip tersembunyi.

”Terakhir kali Mbak Aiko Kurasawa minta tolong mencari data istri orang-orang Jepang yang berasal dari Indonesia semasa Perang Dunia II. Pak Jap Erkelens dan Pater Heuken ngotot meminta saya menyelesaikan penulisan ulang dan terjemahan arsip VOC yang mencapai 10.000 halaman. Sudah sepuluh tahun lebih digarap, tetapi belum selesai. Belajar arsip membuat saya bisa mengetahui apa sebab negeri sebesar Indonesia bisa dikuasai Belanda yang luasnya hanya sebesar Provinsi Jawa Barat. Penyebabnya elite penguasanyalah yang membuat Indonesia bisa dikuasai pihak asing. Rakyat di Indonesia sangat patuh. Pimpinan Indonesia benar dan jujur, rakyat Indonesia pun akan bersikap benar dan jujur,” papar Mona.

Perempuan yang berasal dari keluarga peranakan Tionghoa di Tangerang atau lazim disebut China Benteng itu menceritakan betapa Nusantara di Majapahit jaya karena kebesaran armada dan perdagangan suku Jawa. Namun, Jawa di zaman Mataram setelah Sultan Agung berubah menjadi berorientasi daratan sehingga kultur suku Jawa drastis meninggalkan dunia maritim yang puncaknya pada zaman dinasti Amangkurat; demi mendapat dukungan militer VOC, rakyat Jawa dilarang berlayar lebih jauh dari Bali dan Kalimantan. Tumpas sudah budaya maritim suku Jawa yang hari ini sangat berorientasi daratan.

Mona Lohanda-lah sosok yang memungkinkan orang Indonesia dan dunia mengenal apa yang terjadi dari tahun 1683 hingga awal 1806 yang membuat Kompeni Dagang Belanda (VOC) bisa menguasai kepulauan Nusantara. Bahkan, dalam beberapa kali kesempatan, Mona yang menerjemahkan Dag Register (Jurnal Harian) VOC bisa menceritakan dengan rinci tanpa melihat catatan, kapan terjadi kebakaran, banjir, huru-hara hingga wabah penyakit di Kota Batavia semasa VOC berkuasa.

Transkrip yang dibuat Mona Lohanda dari 1683-1806 bukanlah proyek main-main, dia menulis ulang catatan dalam bahasa Belanda kuno yang orang Belanda sendiri pun kini tidak dapat memahami maknanya. Catatan tersebut banyak menggunakan istilah Perancis, Latin, dan Inggris yang kuno pula. Semakin sulitlah paleografi yang digarap Mona demi mengungkap tiga abad sejarah masa lalu pada abad-abad di antara runtuhnya Majapahit, munculnya Mataram, dan Republik Indonesia!

Mengubah mental arsiparis

Mona Lohanda mengaku terbeban dan berharap generasi penerus profesi arsiparis mau berinisiatif dan mengembangkan jejaring dengan para peneliti di seluruh dunia. ”Saya waktu melayani para peneliti di ruang baca tahun 1970-an hingga 1985 tidak sekadar mencarikan arsip apa yang dicari. Saya berdiskusi mencari pengetahuan baru dan saling menambah relasi dengan para peneliti. Sekarang ini banyak orang di dunia arsip hanya sekadar pegawai kantor arsip. Sayang sekali, padahal mereka bisa menghasilkan banyak tulisan hingga buku dari arsip yang setiap hari mereka geluti,” ujar Mona.

Bergaul dan bertukar informasi itu membuat Mona menjadi rujukan bagi peneliti dari dalam dan luar negeri yang sedang melakukan riset. Dia mengkritisi para pekerja arsip saat ini yang malas dan tidak disiplin dalam mengembangkan kekayaan arsip Indonesia.

Dicontohkan, masih ada belasan koleksi dokumenter film hitam putih zaman pendudukan Jepang yang langka. Material tersebut didapat dari Imperial War Museum London. Material tersebut tidak diolah dan dijadikan bahan yang berguna untuk pelajaran berharga bagi generasi masa kini. Sejumlah stasiun televisi kerap menggunakan material tersebut untuk membuat tayangan sejarah.

Menanggapi kritik terhadap penggunaan arsip kolonial, Mona balik bertanya, sumber arsip lain sulit didapat dan lebih banyak sejarah lisan yang berkembang di masyarakat Indonesia. Orang Belanda dan Tionghoa dikenal sangat aktif membuat catatan. Alhasil dikenal arsip VOC hingga arsip Gong Goan (Kamar Dagang Tionghoa).

Meski tidak banyak, Mona menemukan harta baru, yakni arsip Kapiten Melayu dan naskah Melayu soal Batavia. Menjelang akhir pengabdian resmi di Arsip Nasional, Mona terobsesi menulis sejumlah buku di bidang keahliannya, yakni sejarah Batavia, Betawi, dan Tionghoa. ”Saya ingin menulis Batavia dalam catatan Melayu, sejarah Tionghoa di Jawa dan Batavia semasa Pendudukan NICA yang diatur dua pemerintah, yakni Republik dan Belanda,” kata Mona.

Komitmen Mona terhadap arsip berharga yang tidak banyak dilirik masyarakat selama 40 tahun telah menghasilkan puluhan doktor dan mungkin ribuan karya ilmiah yang membuat Indonesia semakin dikenal. Arsip pula yang membuka pintu pengetahuan mengapa negeri ini bisa lemah karena kesalahan kebijakan pemimpinnya! (Iwan Santosa)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

    Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

    Nasional
    Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

    Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

    Nasional
    Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

    Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

    Nasional
    Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

    Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

    Nasional
    Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

    Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

    Nasional
    Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

    Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

    Nasional
    14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

    14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

    Nasional
    Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

    Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

    Nasional
    Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

    Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

    Nasional
    Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

    Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

    Nasional
    SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

    SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

    Nasional
    Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

    Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

    Nasional
    Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

    Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

    Nasional
    Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

    Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

    Nasional
    Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

    Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com