Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tor-tor, Pengakuan Malaysia atas Komunitas Mandailing

Kompas.com - 23/06/2012, 14:07 WIB

SEMARANG, KOMPAS.com — Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring mengatakan, masalah klaim tari Tor-tor oleh Malaysia lebih baik diselesaikan secara diplomasi antarpemerintah kedua negara.

"Mengenai tari Tor-tor ini, jawaban sementara dari kedutaan memang tidak ada klaim dari Malaysia atas tari Tor-tor. Namun, pengakuan Pemerintah Malaysia atas komunitas Mandailing," katanya di Semarang, Sabtu (23/6/2012).

Hal itu diungkapkannya seusai pembukaan seminar "Membangun Ekosistem Industri Kreatif sebagai Upaya Pelestarian Budaya Nasional Berbasis IT" yang diprakarsai Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang.

Menurut Tifatul, klaim yang dimaksudkan adalah pengakuan Pemerintah Malaysia atas komunitas Mandailing yang sudah lebih dari 70 tahun tinggal di negara itu, dengan jumlah anggota komunitas mencapai 50.000 orang.

"Jadi, Malaysia mengakui keberadaan komunitas Mandailing, termasuk seninya, seperti Tor-tor yang disejajarkan dengan tarian kesenian lain, seperti barongsai dari masyarakat China, India, dan sebagainya," katanya.

Dengan pengakuan Malaysia atas komunitas Mandailing, termasuk seninya itu, kata dia, tarian Tor-tor boleh ditarikan di level nasional di Malaysia. "Sebab, Malaysia juga dikomposisi suku-suku dari Indonesia," katanya.

Mengenai pendaftaran budaya nasional itu ke UNESCO (badan PBB yang menangani pendidikan dan kebudayaan) sebagai bagian heritage Indonesia, kata dia, sudah dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Oleh karena itu, Tifatul menilai bahwa permasalahan itu sebaiknya diselesaikan melalui diplomasi pemerintah kedua negara, jangan sampai hal-hal seperti ini menghambat hubungan baik Indonesia dan Malaysia.

"Yang namanya tetangga pasti ada masalah. Tidak mungkin kita bermasalah dengan Nigeria misalnya, karena kejauhan. Namun, karena Malaysia bertetangga, setiap saat bisa saja timbul masalah," kata Tifatul.

Sebelumnya diwartakan bahwa Pemerintah Malaysia menyatakan berkeinginan mengakui tari Tor-tor dan alat musik Gondang Sambilan (Sembilan Gendang) berasal dari Mandailing sebagai salah satu warisan budaya negara itu.

Padahal, masyarakat Sumatera Utara mengenal tarian Tor-tor sebagai salah satu bagian dalam upacara adat untuk menghormati para leluhur mereka. Adapun Mandailing merupakan salah satu suku di Sumatera Utara.

Salah paham

Sebelumnya, Konsul Jenderal Malaysia di Medan, Norlin binti Othman, mengatakan, permasalahan yang muncul soal pengakuan tari Tor-tor dan Gondang Sambilan terjadi akibat kesalahpahaman dalam mengartikan kata "diperakui atau memperakui".

"Diperakui atau memperakui di Malaysia dimaksudkan diangkat atau disahkan atau disetujui, bukan diklaim seperti yang diartikan di Indonesia. Masalah pengartian kata atau kalimat memang tampaknya sering menimbulkan masalah, tetapi dengan penegasan seperti ini, saya harap tidak ada masalah lagi," katanya di Medan, Rabu (20/6/2012).

Dia mengatakan hal itu ketika bertemu dengan anggota DPD dari Sumatera Utara, Parlindungan Purba, yang datang ke Konsulat Malaysia untuk memperjelas permasalahan kasus Tor-tor dan Gondang Sambilan.

Norlin mengatakan, setelah tercatat sebagai bagian budaya di Malaysia, maka Tor-tor dan Gondang Sambilan, sebagai warisan budaya Indonesia yang berasal dari suku Mandailing, bisa lebih berkembang karena mendapat pembinaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com