Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril: Presiden Tak Perlu Lagi Angkat Wamen

Kompas.com - 05/06/2012, 20:59 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai tak perlu mengangkat kembali wakil menteri. Pasalnya, pengangkatan kembali wakil menteri (wamen) bakal semakin membebankan keuangan negara dan berpotensi terjadinya konflik dengan menteri.

"Lebih baik Pak SBY ngga ngangkat wakil menteri. Cari saja menteri-menteri yang berkualitas, menguasai bidangnya, paham birokrasi, dan punya ketegasan dalam mengambil keputusan. Itu jauh lebih efektif dari pada mengangkat wakil menteri yang potensi konfliknya sangat besar," kata pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra di Jakarta, Selasa (5/6/2012).

Hal itu dikatakan Yusril menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi perihal keberadaan wamen. MK menilai pengangkatan wamen yang diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara tak melanggar konstitusi.

Pasal itu berbunyi "Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil Menteri pada Kementerian tertentu".

Namun, MK menilai penjelasan pasal tersebut inkonstitusional. Dalam penjelasan berbunyi "Yang dimaksud dengan Wakil Menteri adalah pejabat karir dan bukan merupakan anggota kabinet". Dengan demikian, penjelasan itu dihapus dan saat ini wamen tak memiliki kewenangan apapun sampai ada Keppres baru.

Yusril mengatakan, berdasarkan pengalamannya selama menjadi pembantu presiden, menteri cukup dibantu oleh para direktur jenderal dan kepala badan. Pasalnya, Yusril merasa bahwa kemampuanya cukup untuk menjalankan tugasnya sebagai menteri.

"Sebenarnya efektif atau tidaknya tergantung pada kemampuan personil masing-masing. Mau ada satu menteri ditambah lima wakil menteri, kalau semuanya ngawur, yah ngga bisa berbuat apa-apa. Kalau saya amati, Pak SBY ngangkat orang yang tidak tepat pada posisinya. Anda urut aja satu-satu menteri itu, sangat sedikit yang betul-betul menguasai bidangnya, memiliki kapabilitas bekerja," kata Yusril.

Yusril menambahkan, jika 20 wamen nantinya diangkat kembali oleh Presiden, sesuai keputusan MK maka mereka harus masuk jajaran kabinet. Akibatnya, pengeluaran negara akan bertambah lantaran seluruh wamen harus mendapat perlakuan yang sama dengan menteri seperti gaji, tunjangan, fasilitas.

Jika nantinya setara, menurut Yusril, potensi konflik antara menteri dengan wamen akan sangat besar. Yusril memberi contoh hasil survei Kementerian Dalam Negeri bahwa 89 persen wakil kepala daerah bertikai dengan kepala daerah lantaran berebut kekuasaan.

Apalagi, lanjut Yusril, beban kerja wamen tak jelas. "Sekarang Denny Indrayana diangkat jadi Wamenkum dan HAM jobnya ngga jelas. Apapun mau dia kerjakan. Itu potensi bentrok besar sekali. Untung pak Amir Syamsuddin (Menkum dan HAM) orangnya sabar, jadi ngga konflik," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

    Nasional
    Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

    Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

    Nasional
    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Nasional
    Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Nasional
    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Nasional
    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Nasional
    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com