Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Buka Rekening Gendut, Polri Dianggap Membangkang Presiden

Kompas.com - 17/05/2012, 18:20 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepolisian RI dianggap membangkang perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jika menolak membuka data rekening mencurigakan tujuh mantan jenderalnya. Penilaian tersebut disampaikan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun saat dihubungi wartawan, Kamis (17/5/2012).

"Itu artinya, kepolisian tidak hanya membangkang terhadap perintah presiden SBY yang beberapa waktu lalu memerintahkan agar proses penuntasan kasus ini dibuka luas-luasnya, tapi juga, tidak patuh hukum," kata Tama.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah memerintahkan agar kasus rekening gendut mantan jenderal-jenderal Polri dituntaskan. Selain instruksi Presiden, perintah untuk membuka data rekening gendut tersebut juga diperkuat dengan putusan Komisi Informasi Pusat yang mengabulkan gugatan ICW pada 8 Februari 2011 lalu. Dalam gugatannya, ICW meminta agar data rekening jumbo tujuh belas perwira Polri dibuka.

"Hal ini menjadi bukti bahwa Kepolisian masih menganut rezim ketertutupan informasi di era keterbukaan informasi," kata Tama.

Dia menilai, Kepolisian seharusnya tidak perlu risih membuka data rekening mantan jenderalnya jika memang data tersebut wajar-wajar saja. "Kalau benar wajar, maka gak perlu risih. Kan sudah penjadi putusan Komisi Informasi. Pihak kepolisian tidak banding terhadap putusan KI tersebut, maka seharusnya mereka melaksanakan putusan itu," katanya.

Ia melanjutkan, jika Polri masih enggan membuka data yang diminta ICW, maka ancaman pidana sesuai Pasal 52 Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik bisa berlaku. Jika tidak, maka Peraturan Mahkamah Agung No.2 tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan bisa digunakan.

Pemberitaan sebelumnya menyebutkan, Markas Besar Polri memastikan menolak membuka data rekening mencurigakan 17 perwira Polri, seperti yang diminta ICW. Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution menyebut tiga hal yang mendasari Polri menolak permintaan tersebut.

Pertama, Pasal 18 Undang-Undang No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang isinya memperbolehkan data yang menyangkut perseorangan, boleh tidak dibuka jika orang tersebut tidak memberikan izin. Kedua, Undang-Undang Perbankan yang salah satu pasalnya menyatakan data transaksi keuangan seseorang adalah rahasia bank. Ketiga, karena Irwasum Polri sudah melakukan klarifikasi ke perwira terkait dan hasilnya tidak ditemukan transaksi mencurigakan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com