Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Santunan Tak Bisa Kurang dari Rp 1,2 Miliar

Kompas.com - 15/05/2012, 15:19 WIB
Orin Basuki

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Santunan bagi para korban tewas dalam kecelakaan penerbangan uji coba Sukhoi Superjet 100 harus mencapai Rp 1,2 miliar per orang. Kewajiban pembayaran santunan itu mutlak dipenuhi meskipun pihak Sukhoi Rusia sendiri merugi karena kehilangan satu pesawatnya yang bernilai 25 juta dollar AS (sekitar Rp 250 miliar) tersebut.

Demikian ditegaskan pilot maskapai Garuda Indonesia sekaligus pengamat industri penerbangan di Tanah Air, Jeffrey Adrian, di Jakarta, Selasa (15/5/2012). Menurut Jeffrey, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 menghendaki besaran santunan bagi korban minimal Rp 1,2 miliar per orang. Atas dasar itu, santunan sebesar Rp 500 juta seperti yang muncul di kalangan masyarakat saat ini dinilai sangat tidak layak.

"Santunan Rp 1,2 miliar itu tidak bisa dinegosiasikan, kecuali pihak maskapai ingin melakukan pendekatan kepada masing-masing korban," ujarnya. Aturan tentang santunan korban kecelakaan pesawat perlu ditegakkan untuk mendukung pembangkitan industri penerbangan di Indonesia.

Masuknya Sukhoi Superjet 100 menunjukkan industri penerbangan di Indonesia akan meningkat pesat, terutama pada pesawat kelas 100 tempat duduk. "Kalau aturan santunan ini ditegakkan, kita bisa berharap akan ada perbaikan ke depan. Namun, jika hanya Rp 500 juta per korban, itu malah menunjukkan kekosongan hukum di dunia penerbangan kita," ujarnya.

Pendapat tersebut, kata Jeffrey, telah disampaikan kepada pengacara Sukhoi. Pengacara itu meminta pendapatnya mengenai santunan bagi korban kecelakaan udara di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com