Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WGAT: Tempat Penahanan Jangan Jadi "Kuburan"

Kompas.com - 03/03/2012, 19:40 WIB
Ester Lince Napitupulu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -- Reformasi tempat-tempat penahanan yang selama ini dilakukan pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM serta Polri tidak menampakkan hasil yang menggembirakan. Kasus kerusuhan dan kematian tahanan dan narapidana semakin sering terjadi di berbagai tempat penahanan, baik di Kepolisian maupun Lembaga Pemasyarakatan.

Kasus kerusuhan di Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan, Bali, dan kematian dua orang tahanan di Polsek Sijunjung, Sumatera Barat, merupakan puncak dari semua permasalahan dalam reformasi tempat-tempat penahanan.

Sepanjang Desember 2011-Februari 2012, Working Group Against Torture (WGAT) mencatat sembilan kasus kematian tahanan di tempat-tempat penahanan, seperti di Kepolisian dan Lembaga Pemasyarakatan. Situasi ini sangat mengkhawatirkan, mengingat berdasarkan catatan Polri sepanjang 2011, jumlah tahanan yang meninggal di beberapa rumah tahanan di Indonesia sebanyak 19 orang.

Penyebab meninggalnya tahanan pada proses penahanan di Kepolisian maupun lembaga pemasyarakatan ini bermacam-macam. Mulai dari perkelahian antar sesama tahanan, dugaan penyiksaan oleh petugas, sakit atau luka-luka akibat kekerasan maupun sebab yang belum dapat diidentifikasi oleh Pihak Kepolisian maupun Lembaga Pemasyarakatan. Namun, yang pasti terjadi adalah Kepolisian maupun Lembaga Pemasyarakatan tidak memberi perlindungan dan pemenuhan hak-hak tahanan secara maksimal. Mengingat tahanan yang meninggal tersebut secara de facto dan yuridis berada di bawah kekuasaan dan pengendalian aparat Kepolisian maupun petugas Lembaga Pemasyarakatan.

Padahal berdasarkan Undang-Undang Hak Asasi Manusia; KUHAP; Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik maupun Konvensi Menentang Penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia yang sudah diratifikasi Pemerintah Indonesia serta Undang-Undang Pemasyarakatan, tahanan maupun narapidana berhak untuk mendapat perlindungan hukum dan fisik yang maksimal. Tahanan dan narapidana berhak untuk mendapatkan perlakuan yang layak sebagaimana halnya manusia bebas lainnya.

"Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, WGAT berpendapat bahwa kasus-kasus meninggalnya tahanan atau narapidana di tempat-tempat penahanan tersebut merupakan pelanggaran HAM yang perlu mendapat perhatian yang serius dari Polri maupun Kementerian Hukum dan HAM yang membawahi langsung lembaga-lembaga pemasyarakatan di Indonesia," kata Koordinator WGAT Wahyu Wagiman, Sabtu (3/3/2012) di Jakarta.

Menurut Wahyu, kasus-kasus kematian tahanan atau narapidana tidak akan terjadi apabila aparat penegak hukum, Kepolisian dan Kejaksaan tidak menjadikan penahanan sebagai satu-satunya alternatif dalam menangani perkara-perkara kriminalitas. "Penahanan, sebagaimana yang diatur dalam KUHAP, bukan suatu upaya yang wajib harus dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa, melainkan hanya upaya yang digunakan demi kelancaran proses hukum," jelas Wahyu.

Oleh karena itu, WGAT mendesak agar Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan kepada Menteri Hukum dan HAM, Kepala Polri, dan Jaksa Agung untuk memperbaiki fasilitas dan sistem pengawasan tempat-tempat penahanan yang berada di bawah kekuasaan dan kewenangannnya.

Pemerintahan Yudhoyono diminta membentuk, merancang atau melanjutkan fungsi pemantauan tempat-tempat penahanan guna mencegah kasus-kasus penyiksaan, kematian ataupun kasus-kasus pengurangan, pembatasan maupun penghilangan hak-hak tahanan maupun narapidana. Tempat-tempat penahanan yang dimaksud tidak terbatas pada tempat-tempat penahanan yang terkait dengan sistem peradilan pidana, melainkan juga penahanan administratif seperti rumah detensi imigrasi, tempat penahanan Satpol PP, tempat rehabilitasi, rumah sakit jiwa, panti tuna susila, panti asuhan, kendaraan tahanan, serta tempat rehabilitasi narkotika.

Polri dan Kejaksaan hendaknya mengubah pendekatan dalam menangani perkara-perkara kriminalitas. Polri dan Kejaksaan tidak lagi menjadikan penahanan sebagai satu-satunya cara dalam memproses suatu perkara kriminalitas.

Kementrian Hukum dan HAM Polri perlu memberi pelatihan kepada anggota dan petugasnya mengenai pengelolaan tempat-tempat penahanan. Juga memberikan akses yang luas kepada kelompok-kelompok masyarakat untuk mengunjungi dan melakukan monitoring terhadap tempat-tempat penahanan yang ada di Indonesia.

Komisi Ombudsman, KPAI, Komnas HAM, dan Komnas Perempuan meningkatkan kuantitas dan kualitas pemantauan terhadap tempat-tempat penahanan yang ada di Indonesia.

"Langkah-langkah di atas perlu segera dilaksanakan Pemerintahan Yudhoyono dan lembaga-lembaga negara terkait untuk mencegah tempat-tempat penahanan menjadi kuburan baru bagi para tahanan dan narapidana di Indonesia," kata Wahyu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com