Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Hanya Kasus Dhana yang Diusut?

Kompas.com - 29/02/2012, 05:56 WIB

Publik sudah mulai lupa dengan kisah Gayus Halomoan Partahanan Tambunan, mantan pegawai pajak golongan IIIA, yang baru berusia 32 tahun, tetapi kekayaannya lebih dari Rp 100 miliar. Kekayaan Gayus diduga dari pemberian pihak lain terkait jabatannya.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pun mengingatkan publik bahwa masih banyak ”Gayus-Gayus lain” di negeri ini. Pada pertengahan 2011, PPATK melaporkan kepada penegak hukum adanya 294 orang yang dicurigai melakukan pencucian uang. Dari jumlah itu, 174 orang atau 59,5 persen terindikasi korupsi.

Dari jumlah itu, 148 orang atau 50,3 persen berstatus pegawai negeri sipil. Sebanyak 18 orang menjabat bupati, wali kota, dan gubernur; polisi/TNI 29 orang; dan anggota legislatif 20 orang. Berdasarkan kelompok umur ternyata 63 orang berusia di bawah 40 tahun.

Saat menyampaikan informasi itu, Kepala PPATK M Yusuf meminta komitmen penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kejaksaan, dan kepolisian untuk menindaklanjuti laporan itu dengan memulai penyelidikan dan penyidikan sehingga kasusnya bisa dituntaskan.

Dua bulan berselang, ternyata belum juga ada perkembangan yang dilakukan penyidik atas laporan PPATK mengenai rekening gendut PNS muda.

Tiba-tiba publik dikejutkan dengan penetapan Dhana Widyatmika (37), mantan pegawai pajak, sebagai tersangka kasus korupsi oleh Kejaksaan Agung. Kekayaan Dhana yang disebut-sebut mencapai puluhan miliar rupiah diduga dari pemberian pihak lain terkait jabatannya sebagai pegawai pajak.

Namun, anehnya penyelidikan dan penyidikan terhadap Dhana bukan didasarkan atas laporan PPATK, melainkan dari laporan masyarakat. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Noor Rachmad memastikan kasus Dhana pertama kali dilaporkan oleh masyarakat.

Yusuf menegaskan, Dhana tak termasuk dalam daftar 63 PNS muda yang dilaporkan PPATK kepada penegak hukum. ”Belum ada laporan tentang yang bersangkutan,” kata Yusuf.

Timbul pertanyaan, mengapa kasus Dhana yang sumbernya dari laporan masyarakat bisa ditindaklanjuti secara serius oleh penegak hukum, tetapi laporan PPATK tidak? Padahal, laporan PPATK bisa dibilang sudah ”jadi”. Penyidik tak perlu repot-repot menemukan tindak pidananya. Tinggal periksa tersangkanya dan ikuti aliran dananya, semua fakta akan terungkap.

Selain sumber laporan, ada beberapa hal lain yang juga tidak lazim dalam kasus Dhana, yakni menyangkut tindak pidana yang dilakukan dan nilai uang yang disita kejaksaan.

Noor Rachmad mengatakan, penyidik telah menyita uang, sertifikat tanah, surat berharga, emas, sebuah mobil mewah, dan memblokir rekening milik Dhana. Anehnya, kejaksaan tidak mau menyebut berapa nilainya.

Kejaksaan juga tak kunjung mengungkapkan apa sebenarnya yang dilakukan Dhana sehingga ia jadi tersangka kasus korupsi. Kejaksaan hanya mengatakan, bisa saja Dhana menerima suap, memeras, atau menerima gratifikasi. Kejaksaan juga terkesan masih menyembunyikan pihak lain yang diduga menyuap atau memberikan sesuatu kepada Dhana terkait jabatannya.

Apa pun yang dilakukan penyidik, masyarakat berharap kasus ini bisa dituntaskan. (M Fajar Marta)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

    Nasional
    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Nasional
    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

    Nasional
    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com