Jakarta, Kompas -
”Putusan MK atas gugatan lima bupati ini kalau dibaca betul, Menhut yang menang. Jadi, penetapan kawasan hutan kembali ke TGHK (tata guna hutan kesepakatan),” ujar Zulkifli.
MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 1 Angka 3 UU Kehutanan yang diajukan Bupati Kapuas Muhammad Mawardi, Bupati Gunung Mas Hambit Bintih, Bupati Katingan Duwel Rawing, Bupati Barito Timur Zain Alkim, Bupati Sukamara Ahmad Dirman, dan pengusaha Ahmad Taufik. Mereka meminta MK mencabut frase ”ditunjuk dan atau” dalam Pasal 1 Angka 3.
MK menilai penunjukan belaka atas suatu kawasan untuk dijadikan kawasan hutan tanpa melalui proses atau tahapan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan di kawasan hutan sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan merupakan pelaksanaan pemerintahan otoriter. Penunjukan kawasan hutan merupakan sesuatu yang dapat diprediksi, tidak tiba-tiba, bahkan harus direncanakan.
Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Darori menambahkan, Kementerian Kehutanan akan mengkaji izin di kawasan hutan. Adapun daerah yang sudah memiliki peta penunjukan kawasan hutan tinggal melanjutkan penataan batas dan pemetaan menuju tahap penetapan.
”Yang jadi masalah jika ketua panitia tata batas adalah bupati yang tak mau melanjutkan proses penetapan,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi menyatakan, putusan MK membuat izin usaha yang mengacu peta penunjukan kawasan hutan turut bertentangan dengan Undang- Undang Dasar 1945. Elfian mencontohkan, legalitas izin perkebunan kelapa sawit di Aceh dan Kalimantan Barat yang mengacu peta penunjukan tahun 2000 hasil padu serasi TGHK dan rencana tata ruang wilayah provinsi jadi mengambang. ”Menhut harus mengakselerasi penetapan kawasan hutan agar investor punya kepastian hukum,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Joko Supriyono mengatakan, putusan ini membingungkan dunia usaha dan pihaknya meminta pemerintah segera memberi kepastian hukum bagi investor. ”Kami masih mempelajari masalah ini dan dampaknya terhadap perkebunan,” kata Joko.
Direktur Program Tropenbos International Petrus Gunarso mengibaratkan putusan ini ”tsunami” sektor kehutanan karena terkait dengan pemanfaatan kawasan hutan yang sudah ada. Namun, dia menilai, saat ini merupakan momentum penataan kawasan hutan berjenjang dari tingkat rakyat sampai ke pemerintah pusat. Langkah ini sangat relevan untuk mengatasi konflik sosial yang bermunculan saat ini.