JAKARTA, KOMPAS.com — Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Ali Mudhori, kooperatif dengan memenuhi panggilan persidangan kasus dugaan suap program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) Transmigrasi. Jika tidak, Ali Mudhori akan dipanggil paksa.
”Kami mengimbau Ali Mudhori untuk bersikap kooperatif, mengungkap kebenaran materiil dalam kasus ini,” kata jaksa Jaya Sitompul saat dihubungi wartawan, Senin (20/2/2012) malam.
Ali Mudhori kerap mangkir dari persidangan kasus dugaan suap program PPID Transmigrasi dengan terdakwa dua pejabat Kemenakertrans, I Nyoman Suisnaya dan Dadong Irbarelawan.
Pekan ini merupakan pekan ketiga Ali tidak menghadiri sidang. Seorang sumber menyebutkan, jaksa KPK telah berupaya menemui Ali di rumahnya di Lumajang, Jawa Timur. Namun, pengurus Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PKB Lumajang itu tidak ada di rumah. Setelah mengerahkan bantuan sekitar 20 intel Polres Lumajang, jaksa KPK menemukan Ali bersembunyi di tengah hutan. Rencananya, Senin (27/2/2012) pekan depan, jaksa KPK akan kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap Ali sebagai saksi bagi Dadong atau Nyoman.
Jaya mengatakan, kesaksian Ali penting dalam keterlibatan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar.
”Apa benar namanya (Muhaimin) dicatut atau tidak. Penting untuk membongkar auktor intelektualis kasus ini,” katanya.
Kesaksian Ali juga dianggapnya dapat menjadi pintu masuk KPK menjerat tersangka lain dalam kasus dugaan suap PPID. Dalam kasus ini, dua pejabat Kemenakertrans, yakni I Nyoman Suisnaya dan Dadong Irbarelawan didakwa bersama-sama Muhaimin dan Jamaluddin Malik (Direktur Jenderal Pengembangan Pembangunan Kawasan Transmigrasi Kemenakertrans) menerima suap senilai Rp 2 miliar dari pengusaha Dharnawati. Suap itu terkait penetapan empat kabupaten di Papua sebagai daerah penerima dana PPID.
Nama Ali Mudhori, Fauzi (mantan anggota tim asistensi Menakertrans), Sindu Malik (mantan pegawai Kementerian Keuangan, pengusaha Iskandar Pasojo (Acos), dan Dhani Nawawi (staf mantan Presiden Abdurrahman Wahid), turut disebut terlibat. Keempat orang itu disebut berperan dalam mengatur pemberian commitment fee.
Rekaman pembicaraan antara Fauzi dan Ali yang diputar di Pengadilan Tipikor beberapa waktu lalu menyebut istilah ”Pak Ketum”. Menurut Fauzi, ”Pak Ketum” adalah kode untuk Muhaimin. Namun, dia mengaku kalau nama Muhaimin hanya dicatutnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.