Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mati Rasa!

Kompas.com - 17/02/2012, 02:05 WIB

Saldi Isra

Partai Demokrat tengah mengalami mati rasa. Kesan demikian sulit dimentahkan, terutama setelah Fraksi Partai Demokrat menempatkan Angelina Sondakh alias Angie menjadi anggota Komisi III DPR. Dalam posisi sebagai alat kelengkapan DPR yang bermitra dengan lembaga penegak hukum, termasuk KPK, rotasi Angie ke Komisi III jelas memicu banyak pertanyaan dan kecurigaan.

Pertanyaan besar yang sulit dicegah: mengapa seorang anggota partai dengan status tersangka justru dirotasi ke Komisi III? Bukankah pilihan demikian berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antara Komisi III dan lembaga penegak hukum, termasuk dengan KPK? Kedua pertanyaan tersebut memunculkan pertanyaan lain yang jauh lebih menohok: adakah kebijakan memindahkan Angie merupakan pembenaran empiris bahwa sesungguhnya partai politik pemenang Pemilu 2009 itu tidak memiliki komitmen dalam memberantas korupsi?

Dengan rangkaian pertanyaan tersebut, publik memiliki keabsahan yang kuat untuk curiga ihwal penempatan Angie di Komisi III. Jangan-jangan pemindahan ini menjadi strategi untuk menyelamatkan Angie dari kelanjutan proses hukum. Tidak hanya itu, sangat mungkin peristiwa ini mencerminkan sikap Partai Demokrat untuk mencegah proses hukum agar tidak bekerja lebih jauh dalam menuntaskan skandal suap wisma atlet.

Rangkaian pertanyaan dan kecurigaan itu menjadi sesuatu yang sangat masuk akal karena sejak skandal pembangunan infrastruktur penyelenggaraan SEA Games XXVI/2011 terkuak ke publik, Partai Demokrat menjadi kelompok politik yang paling kerepotan. Selain itu, sejak KPK menangkap Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam, 21 April 2011, penegakan hukum seperti terjebak dalam jalur lambat.

Karena itu, tidak berlebihan apabila Wakil Ketua Komisi III Nasir Djamil bersuara lantang atas sikap Fraksi Partai Demokrat. Menurut Nasir Djamil, rotasi itu menimbulkan persepsi negatif, publik bisa menilai penempatan Angie dimaksudkan untuk memengaruhi kasus yang tengah berlangsung di KPK (Kompas.com, 15/1). Sikap kritis Nasir Djamil dilatarbelakangi penilaian yang muncul dalam beberapa waktu terakhir: Komisi III menjadi tempat berlindung sejumlah politisi dan anggota DPR yang terkait masalah hukum.

Mati rasa

Sejak KPK menetapkan Angie sebagai tersangka, Partai Demokrat menghadapi pergolakan hebat. Bahkan, kondisi yang terjadi saat ini jauh lebih bergelombang dibandingkan dengan ketika menghadapi skandal Bank Century. Sebagaimana diketahui, dalam skandal talangan Bank Century, kalangan internal Partai Demokrat sangat solid berada dalam satu barisan dan satu komando. Begitu Angie dijadikan tersangka, pembelahan internal Partai Demokrat menjadi sangat terbuka.

Banyak pihak berharap kegaduhan internal Partai Demokrat akan berujung pada sebuah langkah luar biasa. Salah satu di antara langkah itu, Partai Demokrat berani menonaktifkan Angie sebagai anggota DPR. Sekiranya berani memilih langkah demikian, partai peraih kursi mayoritas di DPR ini sedang memberikan pesan kuat: anggota legislatif yang berstatus tersangka tidak seharusnya merepresentasikan rakyat. Karena langkah itu tidak terjadi, upaya Partai Demokrat memberhentikan Angie dari pengurus partai menjadi kehilangan makna.

Tidak hanya soal penonaktifan Angie, langkah luar biasa yang juga dinantikan publik adalah sikap Dewan Pembina untuk menonaktifkan semua pengurus partai yang terkait dengan skandal wisma atlet. Sebagai partai politik yang menggunakan pesona antikorupsi pada masa kampanye, semangat antikorupsi itu seharusnya dibumikan jika ada di antara pengurus partai yang tersangkut kasus korupsi. Dalam skandal wisma atlet, menonaktifkan dari kepengurusan partai sekaligus untuk membuktikan bahwa pohon janji antikorupsi selama masa kampanye bukan hanya pepesan kosong belaka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com