Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tantangan Membangun Kedaulatan Bangsa

Kompas.com - 16/02/2012, 01:42 WIB

Jakarta, Kompas - Tantangan serius bangsa Indonesia adalah bagaimana membangun kedaulatan politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang kuat, mandiri, dan sejahtera. Untuk itu, pemimpin masa depan harus punya visi dan komitmen serta sungguh-sungguh mau bekerja mewujudkan kedaulatan tersebut.

Harapan itu disampaikan peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bhakti, dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Laode Ida secara terpisah, di Jakarta, Rabu (15/2). Wacana kepemimpinan nasional kian santer, terutama mendekati pemilihan umum presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2014. Sejumlah nama telah beredar, tetapi sebagian masih dari kalangan partai politik yang punya peluang mengajukan pencalonan presiden dan wakil presiden.

Menurut Ikrar, tantangan serius bagi bangsa Indonesia ke depan adalah bagaimana mewujudkan kedaulatan negara dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya sebagaimana menjadi cita-cita para pendiri Republik Indonesia. Bangsa ini harus mandiri dalam semua bidang itu dan jangan sampai melayani kekuatan asing. Namun, semangat itu belum diterapkan, bahkan cenderung dilalaikan.

”Dalam soal energi, misalnya, kita cenderung mengumbar energi untuk diisap kekuatan asing. Bagaimana mungkin kita menjadi negara besar kalau energi dalam negeri tak kita kuasai. Negara-negara seperti India, Jepang, China, dan Amerika Serikat berusaha menjaga pasokan energi mereka, tetapi kita justru kehabisan energi,” katanya.

Tidak lembek

Laode Ida menilai, Indonesia memerlukan pemimpin berjiwa kerakyatan yang benar-benar mau memperjuangkan ideologi negara sejahtera sesuai konstitusi. Ia harus mau melepaskan kepentingan sendiri dan kelompok demi kepentingan rakyat. Hal itu diturunkan dalam program-program nyata untuk memajukan kehidupan masyarakat.

”Dalam bidang pertanian dan perikanan, misalnya, pemimpin harus mendukung nelayan, petani, dan pekebun melalui berbagai fasilitas, seperti insentif pupuk atau pasar,” katanya.

Untuk itu, menurut Ikrar, pemimpin masa depan harus berani mengatakan tidak kepada negara asing, terutama yang hendak menguasai ekonomi dan politik. Sosok itu harus berani dan tidak lembek terhadap kekuatan asing yang melemahkan kedaulatan Indonesia. ”Sebenarnya tokoh- tokoh yang memenuhi kriteria itu sudah ada. Selain dimunculkan media, mereka juga perlu memunculkan diri sendiri, memperkenalkan gagasan, dan meyakinkan publik,” katanya.

Bagi Laode Ida, sumber perekrutan kepemimpinan nasional masih berkutat dari kalangan bisnis dan parpol. Padahal, dua sumber itu cenderung pragmatis, dengan lebih mementingkan kepentingan kelompok. Untuk mengubah keadaan, tokoh-tokoh dari sumber lain harus berani di- munculkan. ”Kita bisa berharap dari kalangan akademis kampus, aktivis, dan tokoh agama. Tokoh- tokoh dari kalangan itu bisa mengubah pola pengelolaan negara yang pragmatis menjadi bersemangat kerakyatan,” katanya.

Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia Benny Susetyo Pr mengatakan, masalah mendasar saat ini adalah keadaban publik yang memudar. Tanpa keadaban ini, bangsa dikendalikan pemilik modal yang mendikte keputusan politik.

Syarat calon pemimpin ke depan, ujar Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, harus memahami tata kelola pemerintahan, visioner, dan mengerti yang diperlukan rakyat serta tegas bertindak. (IAM/INA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com