Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Kepercayaan terhadap Hukum Runtuh

Kompas.com - 07/02/2012, 02:14 WIB

Oleh Handrix Chrisharyanto

Hukum di Indonesia saat ini menjadi sorotan publik. Hukum di Indonesia diibaratkan sedang mengalami terjun bebas ke titik nadir. Pandangan semacam itu menjadi penguatan negatif terhadap keberadaan hukum di Indonesia.

Hukum di Indonesia juga acap kali digambarkan dengan ilustrasi tumpul ke atas, tetapi tajam ke bawah. Situasi yang menggambarkan bahwa hukum di Indonesia hanya mampu menghadapi orang-orang tanpa kekuasaan dan mati di hadapan orang-orang berkuasa. Dewi keadilan pun diibaratkan hanya membuka matanya saat dihadapkan dengan kekuasaan sehingga keadilan itu sendiri dapat dipermainkan.

Kondisi hukum seperti ini pada dasarnya menurunkan tingkat kepercayaan (trust) masyarakat akan keberadaan hukum itu sendiri. Hal ini melihat kondisi hukum kita yang sering kali lemah dan absurd terhadap kasus-kasus yang melibatkan para elite politik dan elite penguasa. Hukum juga kerap loyo saat dihadapkan dengan cukong-cukong berduit. Hukum menjadi sahabat bagi para pesakitan yang mampu membayar hukum itu sendiri.

Menyadari akan fondasi keadilan akan hukum pada dasarnya melihat dari para personel penyelenggara hukum yang dimiliki negara ini. Keberadaan institusi kehakiman, kejaksaan, kepolisian, dan KPK menjadi representasi akan tinggi atau rendahnya kepercayaan (trust) masyarakat terhadap hukum itu sendiri.

Kepercayaan yang tinggi dari masyarakat pada dasarnya menjadi konteks legitimasi yang lebih diperlukan daripada hanya dalam konteks legalitas. Situasi tersebut dikarenakan bahwa legitimasi pada realitasnya memberikan penguatan dalam fondasi sosial psikologis (Faturochman, 2008). Dalam hal ini, legitimasi masyarakat jadi faktor terpenting. Sebab, penyelenggaraan negara ini pada dasarnya dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Legitimasi tersebut harus mampu dibangun oleh para penyelenggara hukum dengan mulai membangun pilar-pilar kepercayaan yang ada. Merujuk pada konsep yang dikemukakan oleh Mishra (1996), jelas sudah bahwa membangun suatu kepercayaan pada dasarnya dilakukan dengan menguatkan beberapa dimensi.

Empat dimensi

Paling tidak ada empat dimensi yang perlu mendapat penguatan. Pertama, dimensi kompetensi. Dalam hal ini dimensi kompetensi mengarahkan pada kemampuan yang perlu dimiliki dalam menghadapi suatu permasalahan yang dihadapi.

Institusi hukum sebagai representasi hukum di Indonesia saat ini memberikan visualisasi yang rendah akan kompetensi dalam penanganan hukum. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus besar yang mandek ataupun kabur dalam penyelesaiannya. Hukum dirasakan tidak mampu mendobrak dengan keras, malah linglung, saat dindingnya dilapisi selimut kekuasaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com