Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yunus: Harta Koruptor Dirampas, Tak Perlu Dihukum

Kompas.com - 27/10/2011, 16:32 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Yunus Husein, calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengusulkan agar hukum di Indonesia menerapkan hukum di Australia perihal perampasan harta seseorang tanpa menghukum. Yunus menjelaskan, pengadilan di sana dapat meminta seseorang untuk membuktikan asal-usul atau pembuktian terbalik hartanya yang dicurigai hasil tindak pidana.

"Misalnya yang dicurigai Rp 100 miliar. Kalau dia hanya bisa membuktikan (asal usulnya) Rp 80 miliar, Rp 20 miliar diambil untuk negara. Namun, tidak dihukum sama sekali," kata Yunus saat diskusi "Revisi UU KPK" di Fraksi PKB di Kompleks DPR, Kamis (27/10/2011).

Menurut Yunus, dalam pemberantasan korupsi, perampasan harta kekayaan lebih baik ketimbang menghukum seseorang. Penilaian Yunus itu setelah melihat kondisi para koruptor yang mendekam di lembaga permasyarakatan.

"Di dalam (lapas) mereka senang-senang saja. Mau kebutuhan jasmani, rohani dapat. Orang Indonesia itu matrelialistik. Dia lebih takut kalau enggak punya duit," kata mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan itu.

Yunus menambahkan, substansi UU KPK yang perlu direvisi adalah terkait tindak pidana pencucian uang. Dalam UU KPK saat ini, KPK tidak bisa menangani kasus pencucian uang. Padahal, kata dia, pencucian uang erat kaitannya dengan korupsi.

Mengenai pelarangan penghentian penyidikan (SP3), Yunus berharap tetap diatur dalam UU KPK. Pasalnya, dengan pelarangan itu, KPK berkerja dengan sangat hati-hati. Pelarangan itu, kata dia, juga dapat mencegah mafia kasus.

Selain itu, Yunus mengusulkan ada lembaga independen untuk memantau kerja KPK, seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang memantau Polri.

Seperti diberitakan, Komisi III tengah membahas revisi UU KPK. Setidaknya, ada 10 isu krusial dalam UU KPK yang akan diperdebatkan bersama publik. Komisi III menargetkan RUU KPK rampung tahun 2012.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

    Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

    Nasional
    Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

    Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

    Nasional
    Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

    Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

    Nasional
    KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

    KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

    Nasional
    Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

    Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

    Nasional
    Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

    Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

    Nasional
    Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

    Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

    Nasional
    Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

    Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

    Nasional
    Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

    Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

    Nasional
    Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

    Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

    Nasional
    Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

    Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

    Nasional
    Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

    Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

    Nasional
    Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

    Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

    Nasional
    Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

    Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com