JAKARTA, KOMPAS.com - Kepolisian RI membawa gembong teroris Umar Patek dan empat narapidana Bom Bali I dari tahanan Rutan Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, ke Bali untuk menjalani rekonstruksi Bom Bali I, Kamis (20/10/2011).
Selain Umar Patek, empat terpidana lainnya itu adalah Abdul Ghoni, Sawad, Mubarok, serta Ali Imron, yang juga telah tiba di Mapolda Bali, Rabu (19/10/2011) siang tadi, dengan kawalan ketat sejumlah petugas kepolisian gabungan, termasuk Detasemen Khusus (Densus) Antiteror 88 Polri.
"Ya, betul. Sudah dibawa hari ini dari Mako Brimob ke Bali untuk rekonstruksi besok pagi," kata Kadiv Humas Polri, Irjen (Pol) Anton Bachrul Alam.
Proses rekonstruksi aksi teror itu dilakukan dalam rangka pelengkapan berkas perkara Umar Patek yang dijerat pasal berlapis. Sebagaimana diketahui, Bom Bali I yang terjadi pada 12 Oktober 2002 silam itu mengejutkan dunia internasional dengan korban tewas mencapai 202 orang.
Rencananya, Umar Patek dan keempat terpidana Bom Bali I akan menjalani sejumlah adegan rekonstruksi di beberapa lokasi, seperti di Jalan Pulau Menjangan, Denpasar yang diduga menjadi tempat mereka melakukan perakitan bom, rumah kontrakan para pelaku di Jalan Gatot Subroto, serta di lokasi pengeboman di Monumen Bom Bali, Legian, Kuta, Kabupaten Badung. Selain itu, Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, juga tengah menyiapkan tempat sidang bagi tersangka utama Bom Bali, Umar Patek, tersebut.
Sebagaimana diberitakan, agen keamanan Pakistan menangkap Umar Patek bersama istrinya yang berkewarganegaraan Filipina, Rukiyah, pada 25 Januari 2011, di Abbottabad, sebuah kota garnisun di barat laut Pakistan yang menjadi lokasi tewasnya pimpinan Al Qaeda, Osama bin Laden, dalam serangan tentara Amerika Serikat pada Mei 2011 lalu. Pada 11 Agustus 2011, pemerintah Pakistan mendeportasi Patek dan istri ke Indonesia atas pelanggaran imigrasi.
Di Indonesia, Umar Patek dikenakan pasal berlapis. Atas tuduhan menguasai empat senjata api ilegal, Patek dikenakan Pasal 9 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tndak Pidana Terorisme. Atas tuduhan menyembunyikan buronan Dulmatin dan mengetahui rencana pelatihan militer di Aceh, Patek dikenakan Pasal 13 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tndak Pidana Terorisme.
Sementara itu, atas keterlibatannya dalam Bom di Malam Natal pada 2000 yang menewaskan belasan orang dan Bom Bali I pada 2002 yang menewaskan 202 orang, Patek dikenakan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan terencana. Atas kepemilikan sejumlah bahan peledak dan senjata api,
Patek juga dikenakan Undang-undang Darurat 1951. Atas tuduhan menggunakan paspor palsu, Patek dikenakan Pasal 266 KUHP. Dan atas tuduhan memberikan identitas diri palsu, ia juga dikenakan Pasal 55 UU tentang Imigrasi. Selanjutnya, atas berbagai tuduhan tersebut, Umar Patek terancam hukuman mati.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.