Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sersan Gilad Shalit

Kompas.com - 19/10/2011, 03:35 WIB

TRIAS KUNCAHYONO

Alon Pinkas, diplomat Israel dalam artikelnya di Foreign Affairs, Senin (17/10), menulis, kesepakatan pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas pekan lalu tidak masuk akal dipandang dari tujuan kebijakan luar negeri dan pertahanan.

Namun, lain lagi komentar Daniel Gordis, Presiden Shalem Foundation di Jerusalem, juga dalam artikelnya di Foreign Affairs, Senin. Gordis menulis, tak seorang pun di Israel menyebut kesepakatan pembebasan Gilad Shalit adalah kesepakatan baik. Bahkan, ia menyebut kesepakatan itu mengerikan.

Mengapa kedua orang ini berkomentar sinis terhadap kesepakatan yang dibuat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu? Netanyahu bersepakat dengan Hamas bahwa pembebasan Sersan Gilad Shalit yang ditahan Hamas sejak tahun 2006 ditukar dengan pembebasan 1.027 orang Palestina yang ditahan Israel.

Satu orang ditukar 1.027 orang! Begitu berharganya Shalit, padahal ia seorang tentara biasa. Ketika Shalit ditangkap pada 26 Juni 2006, ia baru berpangkat kopral dan berusia 19 tahun atau baru lulus SMA dan baru setahun bergabung dengan Tentara Pertahanan Israel. Saat itu Shalit, yang berkewarganegaraan ganda Israel dan Perancis, bertugas sebagai penembak di tank yang beroperasi di sepanjang perbatasan Israel Jalur Gaza.

Selama lima tahun, Israel berusaha membebaskan Shalit dengan berbagai cara, tetapi selalu gagal. Bahkan, penahanan Shalit ini turut memicu serangan Israel ke Jalur Gaza pada akhir 2008.

Satu hal pasti, penangkapan dan penahanan Shalit saat bertugas adalah kegagalan Tentara Pertahanan Israel (IDF). Kegagalan pembebasan selama lima tahun juga merupakan kegagalan IDF dan intelijen Israel. Karena itu, ketika Netanyahu sepakat menukar Shalit dengan 1.027 orang Palestina, mayoritas rakyat mendukung. Keputusan Netanyahu juga didukung kabinet walau orang-orang yang dibebaskan adalah mereka yang dianggap membahayakan Israel.

Tak membiarkan anak sendirian

Gordis menduga, Netanyahu dan rakyat Israel memilih kembali kepada akar mereka, menghidupkan prinsip ideologi Israel masa lalu: kami tak akan membiarkan anak-anak kami sendirian di padang! Apa pun dilakukan untuk kembalinya ”si anak hilang” itu.

Prinsip itu menjadi sangat penting artinya melihat perkembangan kawasan Timur Tengah setelah ”Arab Spring” dan juga perkembangan posisi Israel di panggung internasional setelah Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas meminta pengakuan negara Palestina merdeka PBB.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com