Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jimly: Antasari Korban Peradilan Sesat

Kompas.com - 15/09/2011, 16:22 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menilai kasus mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Antasari Azhar, adalah gambaran bobroknya sistem hukum di Indonesia.

Hal itu diungkapkannya saat memberikan kata sambutan dalam acara peluncuran buku berjudul "Testimoni Antasari Azhar untuk Hukum dan Keadilan" di Aula Universitas Al Azhar, Jakarta, Kamis (15/9/2011).

"Mari kita jadikan kasus Antasari ini sebagai potret carut marut dan bobroknya sistem penegakan hukum dan peradilan di negara kita. Dia merupakan korban dari suatu proses peradilan yang saya namakan peradilan sesat," ujar Jimly yang juga pernah menjabat sebagai Anggota Watimpers ini.

Menurut Jimly, ada grand design yang salah dalam penanganan kasus Antasari. Salah satunya adalah ditolaknya rekomendasi Komisi Yudisial terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim dalam persidangan Antasari oleh Mahkamah Agung. Menurut dia, seharusnya sesama lembaga negara saling menghormati keputusan satu sama lain.

"Saya sedih MA tidak mau menerima rekomendasi KY. Saya bertanya sebagai sesama pejabat, agar antar pejabat itu saling menghormati keputusan masing-masing. Memang kita tidak suka, tapi terkadang, untuk tertib hidup bernegara kita harus tetap saling menghormati. Hanya rakyat yang boleh menolak keputusan kita sebagai penyelenggara negara," katanya.

Selain Jimly, acara peluncuran buku setebal 593 halaman tersebut dihadiri juga oleh beberapa tokoh, diantaranya politisi DPR dari Fraksi PKS Fachri Hamzah, politisi PDI-P Permadi, dan dan politisi DPR dari Fraksi Hanura Akbar Faisal.

Dalam acara peluncuran buku terbitan PT Laras Indah Semesta itu, dilakukan juga serah terima dari penulis buku Servas Pandur kepada pihak keluarga yang diwakilkan Ida Laksmiwati, istri Antasari.

Buku yang terdiri dari 28 bab itu berisi beberapa pokok pemikiran Antasari terkait proses peradilan dan sistem hukum di Indonesia. Selain itu, menurut Jimly, dalam buku tersebut juga berisi kesaksian empiris Antasari bergelut dengan berbagai persoalan hukum dan keadilan.

"Dari bab satu sampai 10 mengambarkan pikiran Pak Antasari mengenai lemahnya hukum dan peradilan di negeri kita. Buku ini menurut saya penting untuk dibaca di tengah carut marut keadilan di negeri ini," kata Jimly.

Di bagian belakang buku Antasari menulis sepenggal kalimat. "Sebagai penegak hukum, saya mau melakukan suatu perubahan, tetapi bukan perubahan mati. Saya inginkan perubahan yang hidup, on the right track, yaitu penegakan hukum yang adil dan benar," tulis Antasari dalam buku tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

    Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

    Nasional
    Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

    Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

    Nasional
    Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

    Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

    Nasional
    Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

    Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

    Nasional
    Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

    Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

    Nasional
    Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

    Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

    Nasional
    Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

    Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

    Nasional
    Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

    Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

    Nasional
    Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

    Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

    Nasional
    Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

    Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

    Nasional
    Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

    Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

    Nasional
    Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

    Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

    Nasional
    Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

    Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

    Nasional
    Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

    Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

    Nasional
    Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

    Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com