Peringatan itu dikatakan mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Adnan Buyung Nasution, di Jakarta, Jumat (19/8). ”Jika Presiden menerima tawaran Nazaruddin, ia bisa disangka melakukan persekongkolan jahat untuk menghalangi pengungkapan kasus korupsi. Presiden dapat disangka melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),” katanya.
Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Kamis, diperiksa di KPK. Dia bungkam dan hanya meminta Presiden Yudhoyono, yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, melindungi istrinya, Neneng Sri Wahyuni, dan anaknya. Kompensasinya, ia tak akan menyebutkan keterlibatan kader Partai Demokrat dan partai dalam kasus yang menimpa dia dan kasus lain (Kompas, 19/8).
Adnan Buyung mengingatkan, dalam kasus korupsi yang diduga melibatkan mantan pegawai pajak Gayus Tambunan, pengacaranya, Haposan Hutagalung, dihukum 12 tahun penjara karena dinilai melakukan persekongkolan jahat untuk menghalangi pengungkapan kasus korupsi.
Adnan Buyung meminta advokat tak hanya membela kliennya dengan segala cara, tetapi juga tetap mengupayakan ditemukannya kebenaran dan keadilan.
Di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha menegaskan, Presiden belum menerima surat dari Nazaruddin, yang meminta jaminan perlindungan untuk istri dan anaknya. Jika menerima surat itu, belum tentu Presiden bersedia menanggapinya. ”Jadi aneh, tembusan suratnya beredar ke seluruh Indonesia, tetapi suratnya tidak tahu di mana,” kata Julian.
Saat mendengar adanya surat yang meminta jaminan, menurut Julian, Presiden justru mempertanyakan mengapa ia dikaitkan dengan perkara yang menimpa Nazaruddin. Presiden Yudhoyono juga menegaskan, tidak ada kesepakatan tertentu dengan Nazaruddin. Presiden mempersilakan penegak hukum memproses kasus dugaan suap itu sesuai dengan hukum yang berlaku.
Sekretaris Kabinet Dipo Alam menilai surat Nazaruddin kepada Presiden itu salah alamat. Presiden bukan penegak hukum. Nazaruddin tak perlu mengkhawatirkan keselamatan keluarganya. Sebagai negara hukum, Indonesia pasti menghormati hukum, keadilan, dan hak asasi manusia.
Ketua DPR Marzuki Alie di Jakarta, Jumat, menegaskan, setiap tersangka memiliki hak yang harus dihormati, termasuk untuk diam. Nazaruddin boleh bungkam, tetapi KPK tetap punya cara untuk mengusut kasus ini.
Sarifuddin Sudding, anggota Komisi III DPR, juga meyakini, sikap bungkam Nazaruddin tidak akan terlalu mengganggu KPK dalam mengusut kasus suap dalam pembangunan wisma atlet.(why/nwo/bil/iam/tra)