Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Intervensi Politik Lanjutan

Kompas.com - 16/08/2011, 22:53 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi diminta mewaspadai intervensi politik lanjutan, terhadap penyidikan kasus korupsi dan suap yang melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

Terlebih lagi, sudah ada upaya yang dinilai berlebihan dari sebagian anggota Komisi III DPR saat berusaha menemui Nazaruddin di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua Depok, Jawa Barat, Senin (15/8/2011) lalu.

Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesian Corruption Watch, Febri Diansyah, mengatakan, bakal ada upaya intervensi lanjutan dari kekuatan politik terhadap kasus Nazaruddin.

"Kami memperkirakan, jika kasus ini diusut secara maksimal dan tuntas, maka ia bisa membongkar dosa-dosa politik praktik mafia anggaran," kata Febri kepada Kompas, di Jakarta, Selasa (16/8/2011).

Nazaruddin dalam pelarianya menyebut beberapa nama koleganya di DPR, ikut menikmati aliran dana haram dari proyek berbagai kementerian yang dibiayai APBN. Nazaruddin juga berjanji akan membongkar semuanya kepada KPK.

Upaya anggota Komisi III yang berusaha menempatkan Nazaruddin sebagai pihak yang teraniaya, menurut Febri merupakan manuver untuk menjadikan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat sebagai pahlawan.

Publik seolah disesatkan bahwa Nazaruddin terlibat dalam kasus suap dan korupsi, dalam proyek di berbagai kementerian yang dibiayai uang rakyat melalui APBN.

Sekedar mengingatkan, Juru Bicara KPK, Johan Budi, sebelumnya mengungkapkan bahwa di luar kasus suap kepada Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga, Wafid Muharram, terkait pembangunan wisma atlet SEA Games di Jakabaring Palembang, yang sudah disidik KPK, ada tujuh kasus lain yang melibatkan Nazaruddin. Tujuh kasus itu tengah diselidiki KPK. Kasus-kasus itu merupakan proyek pengadaan barang yang dibiayai oleh APBN.

Johan mengatakan, kasus yang diselidiki KPK berada di dua kementerian dengan total nilai proyek lebih dari Rp 2 triliun.

Pertama di Kementerian Pendidikan Nasional, yakni kasus dugaan korupsi pengadaan peralatan riset dan pengembangan ilmu untuk laboratorium di lima universitas berbeda, yakni Universitas Negeri Malang tahun 2009, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Sriwijaya Palembang dan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten, masing-masing tahun anggaran 2010.

Dua kasus lainnya ada di Kementerian Kesehatan, yakni pengadaan alat bantu mengajar dokter spesialis di Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia tahun 2009, serta pengadaan vaksin flu burung Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dari tahun 2008-2010.

"Total nilai proyeknya mencapai lebih dari Rp 2 triliun," kata Johan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com