Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
PENDIDIKAN

Privatisasi Pendidikan Ditolak

Kompas.com - 31/05/2011, 20:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemenuhan hak pendidikan rakyat Indonesia, terutama kelompok marjinal, terancam. Kebijakan pendidikan nasional yang dijalankan saat ini semakin mengarah pada privatisasi, yang menuntut keterlibatan masyarakat untuk juga ikut menanggung biaya pendidikan,

Penolakan pengalihan tanggung jawab negara kepada masyarakat dan pasar soal penyelenggaraan pendidikan itu digalang Education Network for Justice Indonesia selama 10 hari.

Pada acara dialog publik "Mengembalikan Kedaulatan Pendidikan Nasional Indonesia" di Jakarta, Selasa (31/5/2011), Education Network for Justice Indonesia yang diwakili Koordinator Nasional Eny Setyaningish menyerahkan petisi penolakan privatisasi pendidikan bertajuk kembalikan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan kepada pemerintah (Petisi-2015) kepada Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal dan anggota Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian.

Privatisasi pendidikan di Indonesia, kata Eny, mendapat pembenaran dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Akibatnya, biaya pendidikan yang dibebankan kepada masyarakat semakin tinggi, akses masyarakat, terutama kelompok marjinal, rendah, dan kualitas pendidikan mengacu kepada kebutuhan pasar.

St Sunardi, pengajar di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, mengatakan, pendidikan sekarang sudah didekati dan dikelola ibarat sebuah korporasi. Hal ini menimbulkan kekhawatiran soal kesempatan pendidikan bagi mereka yang miskin dan tidak beruntung.

"Kesenjangan di masyarakat semakin tinggi. Selain itu, isi dan tujuan pendidikan jadi sempit, untuk mempersiapkan anak masuk ke pasar kerja," kata Sunardi.

Sunardi mencontohkan pendidikan pascasarjana sebagai lembaga strategis untuk mempersiapkan orang-orang yang memiliki kepemimpinan intelektual. Akan tetapi, nyatanya pendidikan pascasarjana menjadi ajang bisnis secara terang-terangan.

"Padahal, kita semua mesti mendorong pendidikan yang membebaskan dan transformatif menuju masyarakat yang humanis, pluralis, adil, kritis, antikekerasan, setara, dan berkeadilan jender," ujar Sunardi.

Fasli Jalal mengakui, kemampuan pemerintah masih terbatas untuk membiayai pendidikan. Konsentrasi pemerintah masih banyak tercurah di pendidikan dasar yang menyedot sebagian besar anggaran pendidikan nasional.

"Untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi memang terasa masih mahal. Masyarakat masih menanggung terbanyak dibanding pemerintah," kata Fasli.

Ahmad Erani Yustika dari Universitas Brawijaya, Malang, mengatakan, pendidikan Indonesia terperangkap intervensi birokrasi serta liberalisasi dan privatisasi pendidikan. Selain itu, proyek menginternasionalisasikan sekolah dan perguruan tinggi telah menimbulkan problem akses dan orientasi pendidikan.

Ahmad mengatakan, pemerintah mesti cermat betul terhadap dampak privatisasi dalam pendidikan. Identitas karakter bangsa bisa hilang. Akses pendidikan menjadi buat yang berduit karena pendidikan bukan lagi dilihat berdaya guna, melainkan lebih pada daya beli. Akibat lebih jauh, terjadi disorientasi kebijakan negara dalam ekonomi, politik, dan hukum.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com