Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneror Kader Baru dari Pinggiran Kota

Kompas.com - 19/03/2011, 15:36 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sementara polisi masih bekerja menelusuri modus operandi di balik rangkaian teror bom, ilmuan politik Hermawan Sulistyo menyodorkan sangkaan soal karakter pelakunya.

Hermawan yang pernah menyunting buku tipis soal kisah para korban teror bom Kuningan itu berpendapat, para peneror adalah pemain baru hasil didikan pemain lama.

Mereka berkelompok, sekitar 4-5 orang, dan tinggal di pinggiran kota. "Dia serentak, pelakunya sama, sebab format bomnya mirip-mirip," kata Hermawan, merujuk pada empat paket bom buku yang ditujukan kepada Ketua Partai Demokrat Ulil Abshar Abdalla, reserse senior Gories Mere, Ketua Umum Partai Patriot Japto S, dan musisi Ahmad Dhani.

Hermawan berteori soal itu usai diskusi bertajuk "Setelah Bom Buku Terbitlah Isu" di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (19/3/2011).

"Alamat pengirim itu di desa-desa, kecamatan, bukan kota besar, misalnya di Ciomas, yang sudah pasti alamat palsu. Kenapa pilih Ciomas? Artinya orang itu yang ruang dunianya antara urban di luar kota dan di desa," katanya.

Tujuan kelompok teror tersebut, lanjut Hermawan, menciptakan ketakutan masyarakat dengan instrumen yang lebih sederhana. "Instrumennya bisa dengan banyak cara dan dia kali ini sukses, energi sedikit, biaya sedikit," ujar Hermawan.

Hermawan tidak melihat adanya motif pengalihan isu dalam serentetan teror berupa pengiriman paket tersebut. Menurutnya, pemerintah tidak memiliki kemampuan dalam merancang skenario pengalihan isu yang begitu rapi seperti ini.

"Pemerintah sangat rapuh. Saya tidak percaya ada unit yang bekerja seperti itu," ujarnya. Terkait penanganan penemuan paket mencurigakan, Hermawan menilai, kepolisian belum bertindak tepat jika dilihat dari segi investigasi.

Contohnya, ketika kepolisian langsung meledakkan paket kiriman yang mencurigakan tanpa memeriksa fisik paket terlebih dahulu.

"Dari segi jihandak nggak salah, tapi dari segi investigasi itu salah. Bisa saja dari bom itu ada sidik jari, harusnya dicari dulu. Contoh surat untuk Ulil, difotokopi, direbut-rebutin sama orang di sana, itu kan gak boleh harusnya," ungkapnya.

Dia juga menilai, selama ini upaya pencegahan pemerintah masih kurang. "Preventif kita lemah, sasaran pertumbuhan radikal itu di pelosok-pelosok, tapi tidak disentuh," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

    Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

    Nasional
    Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

    Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

    Nasional
    Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

    Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

    Nasional
    Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

    Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

    Nasional
    Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

    Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

    Nasional
    Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

    Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

    Nasional
    Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

    Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

    Nasional
    KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

    KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

    Nasional
    Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

    Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

    Nasional
    Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

    Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

    Nasional
    Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

    Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

    Nasional
    Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

    Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

    Nasional
    Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

    Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

    Nasional
    Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

    Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

    Nasional
    Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

    Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com