Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TAJUK RENCANA

Kompas.com - 14/01/2011, 03:03 WIB

Pembangunan Gedung DPR

Tak ada yang salah kecuali tidak etis dengan dilanjutkannya rencana pembangunan gedung baru DPR. Sempat tertunda, akhirnya semua fraksi setuju.

Namun, selain tidak etis, keputusan itu ironis dan absurd. Gedung dibangun di tengah jeritan kemiskinan rakyat, di tengah dambaan rakyat terbebas dari merosotnya kinerja tiga lembaga demokratis, termasuk rendahnya balutan dugaan korupsi di lembaga DPR. Melanjutkan rencana pembangunan gedung baru 36 lantai ibarat menutup empati dan simpati dengan kondisi rakyat, menafikan kritik perilaku tak terpuji, seperti pelesiran dengan nama studi banding, malas menghadiri sidang, rendahnya produk legislasi, atau keukeuh-nya memperjuangkan peningkatan fasilitas pribadi.

Pernyataan bahwa sudah dianggarkan, perlu kelengkapan sarana dan keamanan kerja dalam ranah kondisi saat ini menegaskan asumsi absurd dan ironi kinerja DPR. Mereka bergeming atas biaya Rp 1,6 triliun itu senilai jaminan kesehatan masyarakat bagi 22 juta penduduk miskin. Satu anggota beserta staf ahli menempati ruang kerja seluas 120 meter persegi dianggap sudah seharusnya.

Keberatan bukannya belum pernah disampaikan. Departemen Teknis Kementerian Pekerjaan Umum bahkan menyatakan hasil pemeriksaan visual dan detail atas gedung lama, Nusantara I, belum mengkhawatirkan.

Sikap yang berkembang ialah, menjadi wakil rakyat tak lebih dari profesi dalam arti memperoleh bayaran. Lebih parah lagi lantas dihidupi sikap dan semangat ”segera balik modal” setelah kantong dan tenaga terkuras mengejar jabatan wakil rakyat. Berpolitik sebagai pengorbanan dan panggilan hanya dalam rumusan ideal-utopis.

Gambaran umum suramnya kinerja DPR tidak mengecualikan masih banyaknya anggota DPR yang peduli akan keluhuran berpolitik. Namun, justru karena itu yang muncul ke permukaan adalah kinerja kurang terpuji. Wajah institusi wakil rakyat terlihat buram.

Kesan itu, antara lain, dipertegas dalam persetujuan rencana pembangunan gedung baru. Semangat menyatu dengan jeritan rakyat pun ditinggalkan. Dalam konteks ini yang kita rasakan lebih mendesak adalah ”ruwatan” penghuninya, bukan bangunan gedung fisik.

Meruwat berarti memulihkan kembali seperti keadaan semula. Meruwat lembaga perwakilan rakyat berarti mengembalikan semangat dasar dan misi pokok kedudukan wakil rakyat, memaknai kembali kesucian/keluhuran berpolitik. Konkretnya, tempatkan rakyat sebagai pusat sensitivitas yang diwujudkan dengan perhatian dan hati, satukan dengan jeritan rakyat. Niscaya, dengan kembalinya semangat dan hati prorakyat, ada kebesaran hati membatalkan rencana pembangunan gedung itu; justru ketika hari-hari belakangan ini rakyat butuh topangan atas lemahnya kepemimpinan dan buruknya kinerja kabinet.

Kita percaya wakil rakyat masih punya hati dengan kembali pada yang mereka wakili! Batalkan rencana pembangunan gedung baru!

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com