Oleh Doty Damayanti
Kebanyakan dari kita mungkin menganggap penanganan bencana yang ditayangkan di televisi ketika Gunung Merapi meletus dan Kepulauan Mentawai diterjang tsunami adalah manajemen bencana. Padahal, penanggulangan bencana bukan hanya berbentuk respons tanggap darurat, tetapi juga dilakukan pra dan pascabencana.
Ketua Pusat Studi Bencana Alam Universitas Gadjah Mada Junun Sartohadi mengatakan, meskipun ada perbaikan dalam penanganan bencana, belum ada perubahan besar terkait manajemen bencana. "Pengelolaan bencana masih berbasis tanggap darurat, bukan mitigasi," ujarnya.
Basis tanggap darurat itu pula yang menyebabkan penanganan bencana masih compang-camping karena unsur perencanaan menjadi urutan kesekian.
Manajemen bencana dimulai dari perencanaan pembangunan yang bersandar pada analisis penanganan risiko. Absennya analisis penanganan risiko tecermin pada penanganan bencana Merapi.
Tidak ada perencanaan jelas bentuk aktivitas ekonomi seperti apa yang menjadi tumpuan hidup masyarakat, apakah peternakan, pertanian, atau pertambangan. "Karena tidak ada perencanaan, setelah bencana, kita bingung bagaimana membangun kembali," ujar Junun.
Padahal, pola aktivitas Merapi sudah bisa dibaca dan diprediksi akan masuk ke fase erupsi besar setiap 4-9 tahun sehingga dipilih aktivitas perekonomian warga yang dari sisi bisnis sudah menguntungkan sebelum siklus berakhir.
Bentuk perencanaan berbasis mitigasi lainnya juga perlu diterapkan pada penataan permukiman. Menurut Junun, sepanjang daerah aliran sungai yang berhulu di Merapi seharusnya tidak lagi dihuni.
Mitigasi juga terkait dengan pendidikan bencana. Junun mengatakan, selama ini pendidikan bencana lebih banyak dilakukan masyarakat yang sering kali tidak menggunakan basis keilmuan dan teknologi. Menurut Junun, pemerintah bisa membuat perencanaan dengan kombinasi arahan dari atas maupun menggali partisipasi masyarakat.
"Ini diperlukan agar ikatan-ikatan emosional di masyarakat bisa didekati, masyarakat juga bisa mengerti pendekatan birokrasi yang dilakukan pemerintah. Apabila hal ini dilakukan, kita tidak akan dengar pernyataan saling menyalahkan seperti ketika masyarakat Merapi menolak mengungsi," papar Junun.