Palembang, Kompas -
Petani di daerah itu yang menggarap lahan rawa lebak dan pasang surut menunda tanam sejak tiga bulan lalu karena terimbas anomali cuaca.
Berdasarkan data Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop) Palembang dan Bulog Palembang, Kamis (7/10), stok beras di pasar-pasar kota itu rata-rata 70 ton per bulan. Namun, sejak awal September, volume beras yang beredar di tingkat distributor dan pengecer (pedagang) hanya berkisar 30 ton.
”Kemudian hingga awal Oktober, stok beras makin menipis. Pemantauan kami menunjukkan, stok yang beredar di pasaran
Berkurangnya pasokan mengakibatkan harga beras terus naik tiga pekan ini. Di Pasar Cinde, beras kualitas rendah naik dari Rp 4.000 menjadi Rp 5.000 per kilogram (kg), beras medium dari Rp 6.900 per kg menjadi Rp 7.500, dan beras kualitas baik naik dari Rp 7.900 per kg menjadi Rp 8.800.
Menurut Syahdan (48), pedagang Pasar Cinde, biasanya harga beras menurun seusai Lebaran. Namun, pada tahun ini justru sebaliknya, harga beras bertahan dan terus naik.
Berdasarkan hasil pemantauan di Kabupaten Banyuasin dan Palembang, sebagian petani hingga kini belum memulai aktivitas tanam padi. Kondisi ini terutama dialami petani yang menggarap lahan pertanian rawa lebak dan pasang surut.
Nurjaman (47), petani Desa Pulokerto, yang menggarap lahan rawa lebak di kawasan agropolitan terpadu, masa tanam biasanya dimulai Agustus atau awal kemarau. Namun, masa tanam tahun ini tertunda selama tiga bulan karena curah hujan masih tinggi hingga Oktober.
”Padahal, awal kemarau merupakan saat paling baik untuk menanam padi di rawa lebak karena kondisi airnya sesuai. Padi bisa tumbuh subur karena air di rawa mulai surut, tetapi tidak terlalu kering,” kata Nurjaman.