Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka Meretas Jalan Rekonsiliasi...

Kompas.com - 01/10/2010, 16:33 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Catherine Panjaitan butuh waktu 20 tahun untuk "bersahabat" dengan ingatan traumatis kematian ayahnya, Mayjen TNI (Anumerta) DI Panjaitan, pada tragedi 30 September 1965. Peristiwa berdarah itu merenggut nyawa 7 perwira TNI AD dengan cara yang sangat keji.

Dalam testimoninya, Jumat (1/10/2010), Catherine menyaksikan langsung bagaimana pasukan Cakrabirawa merenggut nyawa DI Panjaitan. "Saya menyaksikan langsung, bagaimana kepala ayah saya ditembak. Otaknya keluar dan saya lari bersembunyi. Saat semua keluar, saya hanya menemukan darah dan otak ayah saya yang berceceran. Saat itu, saya merasa sebagai orang yang sial dan menjadi pribadi yang traumatis selama 20 tahun," kisah Catherine pada Silaturahmi Nasional Anak Bangsa di Gedung MPR, Jakarta.

Berpuluh tahun peristiwa itu terekam dalam ingatannya. "Saya berperang dengan diri sendiri dan masa lalu, apalagi ketika memasuki 30 September dan 1 Oktober," lanjutnya. Dendam pun tersemat di dadanya. Hingga suatu saat, bersama sejumlah putra-putri pahlawan revolusi dan putra-putri tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI), Catherine turut menjadi pemrakarsa dan pendiri Forum Silaturahmi Anak Bangsa.

Di sini, mereka bersama-sama mengikis dendam. "Selama ini, saya menganggap Mas Ilham Aidit (putra tokoh PKI, DN Aidit) adalah musuh. Setelah saya berkenalan dan bertemu mereka di FSAB, hilang semua perasaan dendam. Saya memandangnya dari sudut kemanusiaan bahwa manusia pernah berbuat salah," ungkap Catherine dengan suara terbata-bata.

Ia menekankan, perbuatan salah yang dilakukan orangtua tak boleh diwariskan kepada anak cucu. "Saya mendidik anak-anak saya untuk tidak menjadi pendendam. Saya memaafkan semuanya," katanya.

Testimoni Ilham Aidit, Putra Ketua CC PKI DN Aidit, juga mengisahkan kondisi traumatis yang dialaminya. Warisan "dendam" menghantui hidupnya. Pada suatu pagi, saat usianya menginjak 6,5 tahun, ia melihat sebuah tulisan besar di tembok "Gantung Aidit, Bubarkan PKI". "Saya kaget melihat tulisan itu. Tubuh saya bergetar. Dan saya merasa, sejak pagi itu, hidup saya akan sulit dan gelap. Sejak saat itu pula, saya tidak berani menyematkan nama "Aidit", nama ayah, di belakang nama saya," tutur Ilham pada acara yang sama. Ia merasa, ayahnya sudah menjadi musuh besar bangsa Indonesia.

Menginjak pendidikan di SMP, masa-masa sulit dialaminya. Ilham remaja kerap berkelahi karena ejekan rekan-rekan sebaya terhadap ayahnya. "Setiap ada orang yang mengejek ayah saya, saya selalu melawan dan selalu kalah karena yang mengeroyok saya puluhan orang," ujarnya.

Semua berlalu hingga suatu saat sejumlah penggagas dan pendiri FSAB mengajak Ilham mendeklarasikan forum tersebut pada tahun 2003. Awalnya, ia enggan dan bertanya-tanya apa yang akan dilakukan forum silaturahim itu. Ketakutan terhadap sepak terjang sang ayah membuat Ilham merasa tak diterima. "Tapi, sejak itu pula, saat FSAB dideklarasikan, kali pertama saya kembali memakai nama Aidit di belakang nama saya, dan saya tetap hidup. Terima kasih kepada FSAB," kata Ilham.

Melalui FSAB, ia berharap, upaya rekonsiliasi dengan keluarga korban Gerakan 30 September akan terjadi. "Ini adalah forum silaturahim kebangsaan. Saya berharap bisa menjadi jembatan untuk sebuah proses rekonsiliasi. Meski sulit, harus kita lalui karena ini akan menjadi proses yang bermanfaat bahwa mereka yang pernah keliru punya jiwa besar untuk meminta maaf dan para korban juga bisa memaafkan," harap Ilham. Satu hal yang ditekankan dalam acara ini, "Berhenti mewariskan konflik dan tidak membuat konflik baru".     

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com