Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dana Aspirasi Dorong Patronasi Politik

Kompas.com - 07/06/2010, 19:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Kebijakan Publik Universitas Islam Indonesia Mahmudi mengatakan, dana aspirasi yang diusulkan oleh Partai Golkar sebesar Rp 15 miliar per anggota Dewan mendorong terjadinya patronasi politik.

"Dana ini fokusnya bukan untuk pembangunan, melainkan untuk mencari dukungan, untuk kepentingan poltik. Alhasil, dana ini akan mendorong terjadinya patron klien," katanya, Senin (7/6/2010).

Ia mengatakan, dana tersebut lebih difokuskan untuk mencari dukungan politik sehingga dana tersebut bukan untuk pembangunan nasional, melainkan kepada kelompok tertentu ataupun para pendukung tertentu. "Sehingga kepentingan pembangunan secara nasional terabaikan, yang muncul nantinya adalah patron klien di mana politisi akan memperkuat basis sebagai patronnya," katanya.

Ia menambahkan, adanya dana aspirasi berpotensi menimbulkan kesimpangsiuran kebijakan pembangunan. Selain itu, menurut Mahmudi, yang juga Peneliti Ekonomi dan Kebijakan Publik di UGM itu, dengan adanya dana aspirasi maka beban APBN akan bertambah. Apalagi, bila nantinya hal ini akan dibiayai dengan utang. "Ini akan membuat utang kita bertambah, sementara hasilnya tidak produktif," katanya.

Ia menambahkan, bila kemudian hal itu disepakati maka ini dapat menjadi contoh di daerah untuk melakukan hal yang sama. Akibatnya, akan banyak DPRD yang berusaha untuk "mengambil" dana di APBD untuk urusan politik dengan pola yang sama.

"Ini akan jadi semakin semrawut, pembangunan akan terabaikan, sementara rakyat semakin terbebani, dan APBD bisa menjadi tempat yang aman dan legal bagi politisi untuk mengeruk kekayaan," katanya.

Menurut dia, legislatif memang memiliki hak untuk mengusulkan anggaran, tetapi untuk pelaksanaannya tetap berada di tangan eksekutif. Ia menilai, bila DPR memperjuangkan untuk daerahnya maka bisa mendorong melalui peningkatan dana bagi hasil pemerintah pusat dan daerah. DPR bisa mengusulkan penggunaan dana bagi hasil dan mengawasinya.

"Namun, semua pelaksanaannya ada di eksekutif sehingga bisa dikontrol dan diperiksa BPK untuk menghindari terjadinya kebocoran. Mekanisme ini bisa ditempuh. Dengan demikian, ada sinergi DPR dan pemerintah," katanya.

Ia menegaskan, fungsi Dewan tidak bisa menjadi eksekutor sekaligus juga menjadikan dirinya bendahara sehingga memegang uang tersebut. "Sebab, kalau penyaluran itu melalui DPR, akan manipulatif dan tidak efisien," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Putusan MK 2011 Jadi Alasan, Revisi UU Kementerian Negara Dinilai Bakal Temui Persoalan

    Putusan MK 2011 Jadi Alasan, Revisi UU Kementerian Negara Dinilai Bakal Temui Persoalan

    Nasional
    Tolak Revisi UU MK, Mahfud: Bisa Ganggu Independensi Hakim

    Tolak Revisi UU MK, Mahfud: Bisa Ganggu Independensi Hakim

    Nasional
    Revisi UU Kementerian Negara Muluskan Transisi Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo-Gibran

    Revisi UU Kementerian Negara Muluskan Transisi Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo-Gibran

    Nasional
    Korban Banjir Bandang Sumbar hingga 15 Mei: 58 Orang Meninggal Dunia, 35 Warga Hilang

    Korban Banjir Bandang Sumbar hingga 15 Mei: 58 Orang Meninggal Dunia, 35 Warga Hilang

    Nasional
    Kemenkominfo Akan Gratiskan Pengujian Perangkat di IDTH bagi UMKM dan Startup Digital

    Kemenkominfo Akan Gratiskan Pengujian Perangkat di IDTH bagi UMKM dan Startup Digital

    Nasional
    Kongkalikong Oknum BPK Muluskan Proyek 'Food Estate' dalam Kasus SYL, Tol MBZ, dan BTS 4G

    Kongkalikong Oknum BPK Muluskan Proyek "Food Estate" dalam Kasus SYL, Tol MBZ, dan BTS 4G

    Nasional
    Di IPA 2024, Dirut Pertamina Beberkan Strategi Jaga Ketahanan Energi dan Kelestarian Lingkungan

    Di IPA 2024, Dirut Pertamina Beberkan Strategi Jaga Ketahanan Energi dan Kelestarian Lingkungan

    Nasional
    Caleg Nasdem Peraih Suara Terbanyak di Sultra Tina Nur Alam Mundur, Ini Kata Sekjen

    Caleg Nasdem Peraih Suara Terbanyak di Sultra Tina Nur Alam Mundur, Ini Kata Sekjen

    Nasional
    Sandra Dewi Kembali Diperiksa Kejagung Terkait Kasus Suaminya

    Sandra Dewi Kembali Diperiksa Kejagung Terkait Kasus Suaminya

    Nasional
    Ramai soal Biaya UKT, Muhadjir: Jangan Tiba-tiba Naik, Terlalu Sembrono

    Ramai soal Biaya UKT, Muhadjir: Jangan Tiba-tiba Naik, Terlalu Sembrono

    Nasional
    Kepala BIN: IKN Cermin Transformasi Indonesia Menuju Negara Maju Modern

    Kepala BIN: IKN Cermin Transformasi Indonesia Menuju Negara Maju Modern

    Nasional
    5 Poin Terkait Sidang Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

    5 Poin Terkait Sidang Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Anak SYL Minta Uang ke Pejabat Kementan | DPR dan Pemerintah Diam-diam Revisi UU MK

    [POPULER NASIONAL] Anak SYL Minta Uang ke Pejabat Kementan | DPR dan Pemerintah Diam-diam Revisi UU MK

    Nasional
    Tanggal 17 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 17 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

    Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com