Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyibak Tebalnya Kabut Kawah Putih

Kompas.com - 17/05/2010, 15:18 WIB

MENTARI menyinari lereng Gunung Patuha di Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Sabtu (8/5/2010) siang yang gerah. Namun, hawa segera berubah memasuki area Kawah Putih, enam kilometer dari lereng. Di sini, terik surya tak lagi terasa. Sinarannya tak berdaya menembus tebalnya kabut yang menyelimuti air danau di puncak gunung berwarna hijau keputih-putihan itu. Elegi eksotik ratusan tahun itu kembali mengenyak.

Nama Kawah Putih yang terletak 2.194 meter di atas permukaan laut mesti diakui begitu kesohor di seantero negeri. "Sangat natural. Sensasi hutan tropis dan panorama kawahnya eksotik. Pantas menggambarkan keindahan pernikahan," ujar Jonathan (32), pegawai swasta asal Jakarta yang sedang mengambil foto pra-pernikahan bersama calon istrinya, Yunita (32).

Seiring ramainya kawasan yang pertama kali ditemukan FW Junghuhn pada 1837 ini, pedagang kaki lima mulai berdatangan. Mereka mencoba mengais rezeki dari wisatawan. Hal ini menimbulkan dilema bagi pengelola wanawisata karena lambat laun kehadiran pedagang hingga ke bibir kawah menjajakan dagangan mulai dikeluhkan wisatawan.

"Memang kurang nyaman. Kami lagi mau enak-enak foto, malah disodorin dagangan. Kadang juga sampai ngikutin ke mana-mana. Padahal, wisatawan yang datang ke sini kebanyakan pengin menikmati pemandangan dengan tenang," kata Fredrich Skalovski (54), wisatawan Polandia, yang melancong bersama dua temannya.

Sempat ditutup

Akhirnya, sejak 16 Maret silam, Kawah Putih ditutup untuk umum. Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten selaku pengelola melarang pedagang asongan berjualan hingga ke areal kawah. Sebagai gantinya, disediakan 65 lapak bagi pedagang stroberi dan asongan di areal parkir bawah. Selain menjaga kenyamanan wisatawan, langkah ini juga untuk menjaga ekosistem lingkungan di sekitar kawah.

Si geulis pun mempercantik diri. Akses jalan sepanjang 6,3 kilometer dari areal parkir menuju kawah diaspal halus. Sebanyak 20 kendaraan antar-jemput atau ontang-anting disediakan bagi wisatawan agar mobil pribadi tak lagi ke atas. "Kalaupun ada yang tetap mau pakai mobil, dikenai tarif Rp 150.000. Beban ekosistem harus dikurangi," ujar Agus Purwanto, Sekretaris Unit III & Legal Head Perum Perhutani Unit III Jabar-Banten.

Untuk memberi nilai lebih sebuah paket wisata, disediakan pemandu yang mendampingi wisatawan untuk mendeskripsikan sejarah dan kekayaan alam Kawah Putih. Mereka diambil dari anak-anak muda sekitar lokasi wisata yang tertarik dengan pelestarian alam.

Bagi yang senang berjalan kaki, terdapat jungle track menuju kawah yang cukup menantang. Sepanjang perjalanan wisatawan bisa melahap sensasi hutan tropis yang begitu memesona. Dengan ragam flora mulai dari pinus, rasamala, puspa, kayu putih, saliara, kingkilaban, dan cemara. Adapun habitat faunanya, antara lain, adalah surili, ular sanca, burung hantu, serigala, elang jawa, babi hutan, dan harimau jawa.

Lewat perwajahan barunya sejak Sabtu pekan lalu, Kawah Putih tampak semakin ingin memanjakan tamunya. Target kunjungan pun dipatok naik 50 persen menjadi 30.000 orang per tahun pada 2010. Pendapatan yang selama ini maksimal hanya Rp 5 miliar per tahun juga ditarget memelesat hingga Rp 10 miliar.

Pengelola seolah hendak menyibak kabut tebal yang mengurung potensi alam Kawah Putih, yang kerap didengungkan melebihi kluster Bandung utara dengan Tangkubanparahu-nya. Polesan yang semoga mendekatkan tempat ini sebagai kawasan wisata alam berstandar internasional pada 2011. (Gregorius Magnus Finesso)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com