Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani dalam Telaah Bourdieu

Kompas.com - 07/05/2010, 04:39 WIB

Dodi Mantra

Bukan Indonesia namanya jika sepi kontroversi.

Di tengah hiruk-pikuk persoalan politik dan hukum yang melibatkan namanya, Sri Mulyani Indrawati mengumumkan pengunduran diri dari jabatan Menteri Keuangan dan menerima tawaran posisi direktur pelaksana di Bank Dunia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun menerima permohonan ini dengan tangan terbuka.

Berbagai kontroversi yang terjadi tidak dapat dilepaskan dari tindakan sosial yang dilakukan oleh aktor. Kacamata konstruktifis strukturalis Pierre Bourdieu dapat memberikan suatu telaah yang menarik dalam memahami tindakan sosial Sri Mulyani dalam menerima jabatan penting di Bank Dunia dan reaksi bangga masyarakat atas tindakan ini.

Bourdieu mengembangkan konsep habitus dan ranah (field) untuk menengahi oposisi yang terjadi di antara perdebatan agen dan struktur. Dalam batasan sederhana, habitus mengacu pada perspektif dan predisposisi subyektif aktor sosial, sementara ranah mengacu kepada kondisi struktural dari konteks sosial tertentu di mana aktor melakukan tindakannya. Dari hubungan timbal balik antara habitus dan ranah inilah, menurut Bourdieu, tindakan atau praktik sosial muncul (Peter Jackson, 2009).

Habitus dapat juga dipahami sebagai keseluruhan struktur sosial eksternal yang diinternalisasikan oleh aktor untuk memungkinkan struktur berfungsi efektif (Bourdieu, 1977). Posisi sosial, ekonomi, dan pendidikan seseorang yang jadi karakteristik kehidupan sehari-hari memainkan peran penting dalam proses penanaman sikap dari aktor.

Dalam batasan ini, habitus Sri Mulyani sejalan tindakan sosial yang ia jalankan. IMF, Bank Dunia, dan WTO merupakan struktur sosial eksternal, membangun habitus yang terinternalisasi dalam dirinya selama ini. Ia pernah jadi Direktur Eksekutif IMF mewakili 12 negara Asia Tenggara dan anggota kelompok kerja GATS WTO.

Dalam konteks ranah, Bourdieu mendefinisikannya sebagai arena pertarungan tempat aktor bersaing untuk mendapatkan berbagai bentuk sumber kekuasaan simbolik dan material. Tujuan utamanya, mengamankan posisi istimewa (distinction) yang memberikan jaminan atas status sosial aktor dan jadi sumber kekuasaan simbolik untuk digunakan dalam mencapai keberhasilan lebih lanjut (Bourdieu, 1990a).

Tindakan sosial Sri Mulyani dalam bentuk jadi Direktur Pelaksana Bank Dunia, dengan demikian, berjalan di dua ranah. Dalam ranah domestik, terlihat jelas terdapat upaya pengamanan posisi istimewanya sebagai aktor sosial yang makin terancam. Dalam ranah internasional Bank Dunia, jejaring sosial di dalamnya dapat meningkatkan kekuasaan simbolik yang ia miliki guna pencapaian tujuan-tujuan ke depan.

Doxa neoliberalisme

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com