SURABAYA, KOMPAS.com — Indonesia terhitung lamban dalam bersikap. Malahan, sebagai salah satu negara dengan angka korupsi tertinggi, Indonesia terlambat memberlakukan hukuman mati terhadap koruptor. Akibatnya, praktik korupsi merajalela.
Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyebutkan, hukuman mati diyakini mampu menghambat tindak korupsi yang telah mendarah daging. "Kalau sampai ada vonis mati, tetapi orang tetap korupsi, berarti keterlaluan," ujarnya di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (18/4/2010).
Menurut dia, momentum memberlakukan hukuman mati sebenarnya pada awal tahun 2000. Namun, sampai sekarang pemerintah belum menerapkan hukuman mati dalam kasus korupsi. "Mahkamah Konstitusi juga telah membuat putusan menyetujui hukuman mati," tuturnya sambil menegaskan bahwa hukuman mati tidak melanggar hak asasi manusia (HAM).
Bagaimanapun hukuman mati layak diterapkan dalam kasus-kasus korupsi tertentu, tidak bisa menggunakan ukuran nominal semata. Terdapat pertimbangan lain, misalnya koruptor merupakan penegak hukum.
Mahfud mencontohkan, angka korupsi Rp 2 miliar oleh bupati memiliki bobot yang berbeda bila dilakukan oleh hakim. "Hakim merupakan penegak hukum sehingga tindakan korupsi oleh hakim merupakan pelanggaran berat," kata Mahfud lagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.