JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah daerah seharusnya lebih sensitif dengan keberadaan situs-situs yang bernilai religius, seperti makam Mbah Priuk, atau situs bernilai budaya lainnya. Demikianlah pendapat Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) Azyumardi Azra di Jakarta, Jumat (16/4/2010).
"Karena yang di Tanjung Priok itu melibatkan emosi keagamaan, simbol-simbol keagamaan paling enggak oleh masyarakat. Sehingga mereka akan mempertahankannya dengan cara apa saja," katanya.
Beda halnya dengan kasus sengketa tanah antara warga dan TNI atau warga dengan pemerintah daerah yang juga terjadi sebelumnya, tetapi tidak menyangkut situs religius, adat, atau agama.
"Kalau konflik tanah TNI dengan rakyat, pemda dengan rakyat, tapi tidak ada situs agama dan budaya, tidak akan eksplosif seperti ini. Tapi bagaimanapun juga kita mengharapkan agar semua diselesaikan secara beradab," paparnya.
Meskipun begitu, Azyumardi juga menilai bahwa bentrokan antara warga dan Satpol PP yang mengakibatkan korban jiwa di Priuk tersebut tidak akan menjalar ke kawasan lain di sekitar lokasi bentrokan, Koja, Jakarta Utara.
"Saya enggak melihat kerusuhan terkait makam Mbah Priuk akan menjalar ke tempat lain karena itu kan kasusnya lebih spesifik," imbuhnya.
Sebelumnya, warga sekitar menolak kedatangan Satpol PP dengan jumlah besar yang dicurigai akan menggusur makam Mbah Priuk yang dianggap bersejarah. Penolakan tersebut berbuntut tindakan anarkis yang menyebabkan tiga orang Satpol PP tewas dan ratusan orang luka-luka. Padahal, menurut Gubernur DKI Jakarta, Pemprov hanya ingin memugar lokasi makam Mbah Priuk yang terletak sekitar Terminal Peti Kemas Koja, Jakarta Utara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.