Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Propam Polri Percepat Sidang Kode Etik

Kompas.com - 12/04/2010, 22:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Divisi Humas Polri Irjen Edward Aritonang mengatakan, Divisi Profesi dan Pengamanan Polri akan mempercepat sidang pelanggaran kode etik dan profesi oleh mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen Susno Duadji.

Menurut Aritonang di Jakarta, Senin (12/4/2010) malam, percepatan sidang itu dilakukan karena Susno sudah sering melanggar etika dan disiplin Polri.  "Kita sudah meminta Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) untuk mempercepat sidang, sebab dia sudah hampir 10 kali melakukan pelanggaran dan disiplin," kata Aritonang.

Sejumlah pelanggaran yang selama ini dilakukan Susno, antara lain, menghadiri sidang terdakwa mantan Ketua KPK Antasari Azhar tanpa izin pimpinan, menggelar konferensi pers, tidak masuk kerja selama lebih dari dua bulan, dan terakhir akan pergi ke luar negeri tanpa izin.

Menurut Aritonang, percepatan sidang itu dilakukan agar ada sikap yang tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan Susno. Lebih lanjut, ia mengatakan, ada indikasi kuat Susno melanggar PP No 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Polri. "PP No 2 Tahun 2003 itu tidak hanya berlaku untuk Pak Susno, tetapi juga siapa saja anggota Polri," kata Aritonang.

Terkait dengan hukuman yang akan dijatuhkan ke Susno, mantan Kapolda NTT tersebut mengatakan, hukuman masih menunggu hasil sidang.

Sementara itu, tim kuasa hukum Susno, antara lain Muh Assegaf, Henry Yosodiningrat, dan Ari Yusuf Amir, telah datang ke Mabes Polri untuk mendampingi, tetapi tidak diizinkan. Mereka langsung berusaha menemui pimpinan Polri, tetapi tidak berhasil sebab malam ini para pimpinan Polri sedang menggelar rapat terkait dengan penangkapan Susno.

Menurut Henry Yosodiningrat, jika Susno juga dinyatakan melanggar kode etik maka kleinnya tidak bisa diproses oleh Div Propam karena pelanggaran kode etik hanya diatur berdasarkan Peraturan Kapolri yang belum diundangkan sehingga tidak bisa diperlakukan karena belum diundangkan.

"Kalau Susno melanggar etik dan disiplin, dia tidak boleh ditangkap atau dibawa paksa karena bukan tidak pidana," kata Yosodiningrat.

Menurutnya, institusi tempat Susno berdinas, Polri, bisa saja menahan Susno, tetapi hal itu tidak boleh dilakukan tanpa bukti yang cukup. Jika tetap dilakukan penahanan, tambah Yosodiningrat, akan berdampak buruk terhadap institusi kepolisian. Hendry mengatakan, Susno tidak seharusnya ditangkap karena pergi ke luar negeri hanya untuk memeriksa kesehatan.

Hingga kini Susno masih diperiksa oleh Div Propam Mabes Polri setelah ditangkap di Terminal 2D Bandara Soekarno-Hatta, sebelum berangkat ke Singapura.

Polri melakukan hal itu karena Susno belum memiliki izin bepergian ke luar negeri dari Mabes Polri. Selain itu, pencegahan ke luar negeri dilakukan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan yang dilakukan oleh Susno. Pada kasus lain, Susno pernah menemui buronan kasus korupsi, Anggoro Widjojo, di Singapura.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com