Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerindra Minta KPK Periksa Boediono

Kompas.com - 24/02/2010, 01:12 WIB

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Meski tak menyebut nama, salah satu butir pandangan akhir Fraksi Partai Gerindra menyatakan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa para pejabat Bank Indonesia yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam proses pengucuran dana talangan Bank Century.

Para pejabat yang disebutkan adalah Deputi Gubernur BI, Deputi Gubernur Senior BI dan Gubernur BI. "Merekomendasikan KPK untuk menindaklanjuti dugaan tindak pidana korupsi terhadap Dewan Gubernur BI, meliputi Gubernur BI, Deputi Gubernur BI, Deputi Gubernur Senior BI, KSSK, LPS dan manajemen lama Bank Century," kata anggota Pansus asal Fraksi Gerindra, Ahmad Muzani, membacakan pandangan akhir fraksinya, Rabu (24/2/2010) dinihari.

Gerindra juga melihat terjadinya pelanggaran peraturan. Peraturan yang dilanggar adalah UU, Perpu, Keputusan Menkeu, Peraturan Dewan Gubernur BI, Peraturan BI, surat Direksi BI, surat edaran BI, keputusan BI, keputusan KSSK, Peraturan LPS, keputusan Kepala Eksekutif LPS, dan surat keputusan direksi Bank Century.

"Pihak yang diduga terlibat dalam akuisisi, merger, pencairan FPJP, PMS patut dimintai pertanggungjawaban," kata Muzani.

Rekomendasi lainnya, Gerindra juga meminta kepolisian dan kejaksaan untuk memeriksa dugaan tindak pidana terhafap Deputi Gubernur BI, Deputi Gubernur Senior BI, Gubernur BI, LPS, manajemen Bank Century lama dan manajemen Bank Century baru.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com