Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pergi Anak Baru Lahir, Pulang Anak Sudah Meninggal

Kompas.com - 25/01/2010, 12:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — "Waktu saya berangkat ke Aceh, anak saya baru lahir. Pas pulang, anak saya sudah meninggal, saya juga enggak tahu," kata Surana, berusaha menahan tetesan air mata.

Surana adalah salah satu mantan pekerja bangunan dalam proyek rekonstruksi dan rehabilitasi pascatsunami Aceh. Pengalaman pahit merantau ke bumi Serambi Mekkah menyisakan kisah pilu dalam hidupnya.

Berawal dari niatan mencari penghasilan yang lebih baik, Surana bahkan meninggalkan anak bungsunya yang ketika ia berangkat pada Januari 2008 baru berusia tiga bulan. Namun, ketika ia kembali lima bulan kemudian, anaknya yang berjenis kelamin perempuan sudah meninggal dunia karena sakit.

"Saya enggak tahu anak saya meninggal karena keluarga tidak bisa mengabari saya. Handphone saya jual untuk bertahan hidup di Aceh. Saya juga enggak bisa ngirimin uang ke keluarga. Keluarga terpaksa berutang untuk makan," kata Surana kepada Kompas.com, Senin (25/1/2010) di Wisma Kontras, Jakarta Pusat.

Tergiur bayaran Rp 12 juta untuk penyelesaian satu unit rumah membuat Surana, yang sehari-harinya berprofesi sebagai petani di kampungnya di Desa Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat, memilih ikut pergi bersama 40 orang pria ke Aceh.

Bayaran sejumlah itu terbilang besar baginya. Bahkan, demi menyelesaikan pembangunan rumah dan hasrat ingin mengirim uang ke keluarga, tak jarang ia lembur bekerja hingga malam hari. Di Aceh, mereka dibagi dalam beberapa tim yang masing-masing terdiri dari 10 orang.

"Selama empat bulan di sana, saya hanya mendapatkan uang satu juta untuk makan 10 orang dalam satu minggu. Selebihnya, berkurang terus, jadi 800.000, 700.000, 500.000. Itu juga mepet, enggak bisa kirim ke keluarga," ujarnya.

Sama seperti para pekerja bangunan lainnya, untuk ongkos pulang ke kampung halaman, ia mengharapkan belas kasih warga Aceh. Sedikit demi sedikit uang dikumpulkannya. Ongkos Aceh-Cirebon terbilang besar untuk Surana.

Untuk pulang ke Cirebon, Surana harus lebih dulu ke Medan. Ongkos dari Aceh Sinabang, tempatnya bekerja, ke Medan sebesar Rp 200.000. "Untuk naik kapal 50.000, habis itu naik travel 150.000. Bis Medan-Cirebon 400.000. Padahal, saya cuma bawa uang 400.000," paparnya.

Akhirnya, bersama seorang rekannya, ia memohon belas kasihan sopir bis agar diperbolehkan menumpang bisnya dengan ongkos Rp 150.000 untuk dua orang. "Untung boleh, saya masih ngantongin uang buat makan di jalan," tuturnya.

Perjalanan lima hari lima malam dari Medan ke Cirebon ditempuhnya. Sesampai di rumah, ia bersyukur tak habisnya. Meski kabar duka yang didapat dan utang yang melilit. "Bayangkan, saya pergi bawa tabungan 1 juta, habis buat bantu teman-teman dan saya sendiri bertahan hidup. Pulang enggak bawa apa-apa untuk keluarga. Saya cuma ingin hak-hak saya kembali. Jangan tegalah sama rakyat kecil seperti kami," kata Surana penuh harap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com