KOMPAS.com — Kerumitan tampaknya akan muncul jelang Susilo Bambang Yudhoyono yang berpasangan dengan Boediono menyusun kabinetnya.
Masa seusai Pilpres 2004 putaran kedua sampai pelantikan Yudhoyono yang berpasangan dengan Jusuf Kalla menggambarkan bagaimana rumitnya menyusun kabinet seusai kemenangan. Padahal, saat itu SBY-JK hanya didukung tiga parpol utama dan lima partai pendukung setelah putaran kedua.
Sampai menjelang akhir hari pertama pemerintahan baru hasil Pilpres 2004 terbentuk, kabinet belum juga terbentuk. Padahal, ketika itu Yudhoyono menjanjikan pemerintah siap bekerja pada hari pertama.
Matriks kabinet memang sudah dibuat Yudhoyono dibantu Kalla. Namun, ketika matriks itu dibawa ke Istana, keseimbangan sesuai yang dikehendaki secara ideal tidak juga didapat. Beberapa calon menteri diminta berjaga di dekat-dekat Istana Merdeka. Sebelum hari berganti, janji terbentuknya kabinet harus dipenuhi.
Rabu, 20 Oktober 2004, pukul 23.47, Yudhoyono didampingi Kalla sebagai Presiden dan Wapres terlantik mengumumkan susunan kabinet yang terdiri dari 36 orang. Tidak ideal memang. Namun, waktu tidak bisa lagi menunggu. Kabinet yang diberi nama Kabinet Indonesia Bersatu dilantik pada 21 Oktober 2004 pukul 10.00 di Istana Merdeka.
Ketidaksempurnaan susunan kabinet ketika itu diterima dengan harapan evaluasi tahunan yang dijanjikan. Janji evaluasi diikuti perombakan kabinet itu dipenuhi. Anggota kabinet yang dinilai tidak layak diganti dan yang dinilai tidak tepat posisinya dirotasi.
Untuk sampai pada posisi kabinet yang lebih ideal itu, energi yang dikuras banyak sekali. Itu belum termasuk hilangnya banyak waktu dan kesempatan karena tidak layaknya kerja dan kinerja para pembantu Presiden.
Beberapa pengalaman ”buruk” itu tampaknya tidak ingin diulangi. Peluang memperbaiki memang terbuka. Sinyal-sinyal awal telah dinyatakan Yudhoyono. Namun, upaya itu tidak mudah dilalui. Langkah Yudhoyono memilih Boediono sebagai cawapres menggambarkan bagaimana energi banyak terbuang karena tingginya resistensi.
24 mitra koalisi
Jika dalam Pilpres 2004 hanya tiga partai utama dan lima partai pendukung putaran kedua yang berkoalisi, sejak awal Pilpres 2009 ada 24 partai yang berkoalisi mendukung Yudhoyono-Boediono. Sulit membayangkan bagaimana Yudhoyono membuat kabinetnya mendatang proporsional seperti dijanjikan kepada partai politik mitra koalisi.