Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengajuan PK oleh Jaksa Dipertanyakan

Kompas.com - 24/06/2009, 03:08 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengajuan peninjauan kembali (PK) oleh jaksa penuntut umum dalam beberapa proses peradilan hukum pidana, dipertanyakan kebenarannya. Hal itu menyusul pegajuan PK oleh JPU dalam beberapa kasus pidana, menyebabkan pihak terpidana terganjal dalam memperjuangkan hak-haknya.

Salah satunya adalah kasus pidana Pollycarpus Budihari Priyanto yang divonis hukuman 20 tahun penjara oleh Mahkamah Agung atas PK yang diajukan JPU, dalam kasus pembunuhan pejuang hak azasi manusia (HAM) Munir. Kini pengacaranya Muhammad Assegaf berniat mengajukan PK yang menjadi hak kliennya sebagai terpidana. Namun, jika niat itu dijalankan, hal itu berarti menemukan jalan buntu karena pengajuan PK terhadap PK tak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Permasalahan itu mengemuka dalam Diskusi Panel Peninjauan Kembali Dalam Tata Hukum Indonesia yang diselenggarakan Lembaga Advokasi Hukum dan Demokrasi Untuk Pembaruan (Landep) sebagai salah satu sayap organisasi Partai Demokrasi Pembaruan (PDP), di Jakarta, Selasa (23/6).

Hadir sebagai narasumber dalam diskusi tersebut yaitu, Ketua Komisi Ombudsman Anton Sujata, anggota Komisi Yudisial Sukoco Suparto, dan mantan Hakim Agung Benyamin Mangkudilaga. Sementara peserta diskusi antara lain dihadiri oleh pengacara Muhammad Assegaf dan pengacara senior Robert Odjahan Tambunan.

Menurut Anton Sujata, sesuai pasal 263 KUHAP, PK dapat diajukan terpidana atau ahli warisnya terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. Sementara KUHAP tak mengatur JPU dapat mengajukan PK seperti terpidana.

Oleh karena itu dia menegaskan, pengajuan PK oleh JPU sama saja mengacaukan sistem peradilan yang digariskan dalam KUHAP. PK sebagai subsistem KUHAP, jika disalahgunakan sama saja akan mengacaukan sistem hukum acara pidana, katanya.

Namun dengan mengikuti pemikiran jaksa, Sukoco Suparto mengemukakan, PK dapat saja diajukan oleh JPU. Sebab dengan menggunakan argumentasi hukum argumentum acontrario, JPU memiliki hak yang sama mengajukan PK. "Dari situ diperoleh penafsiran terbalik, bahwa jaksa boleh ajukan PK," jelasnya.

Akan tetapi hal itu disanggah oleh Benyamin Mangkudilaga dan Robert Odjahan Tambunan. Berdasarkan sejarahnya, menurut mereka, pasal 263 KUHAP yang mengatur pengajuan PK lahir dari permasalahan salah vonis Sengkon dan Karta yang ditangani PN Bekasi tahun 1974.

Berawal dari kasus salah vonis itu, Robert Odjahan Tambunan mengemukakan, dia yang saat itu menjadi pengacara Sengkon dan Karta bersama pengacara senior Buyung Nasution, mengusulkan PK bagi terpidana dalam KUHAP yang disusun tahun 1981 oleh DPR RI. "Karena itu, saya tegaskan, PK hanya untuk terpidana, bukan untuk jaksa," terangnya.

Sebagai tindak lanjut, Sukoco Saputro mengatakan, akan membawa masalah pengajuan PK oleh JPU itu dalam rapat pleno Komisi Yudisial. Apalagi menurut Benyamin Mangkudilaga, pengajuan PK oleh JPU selama masa orde baru sarat dengan kepentingan politis, seperti kasus Muchtar Pakpahan. 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com